Sabtu, 06 Agustus 2011

Dianaktirikan BI, BPR Harus Terima KUR untuk Turunkan Suku Bunga

Nasib sebagai anak tiri memang menyedihkan, minimnya limpahan kasih sayang bisa menyebabkan dampak serius hingga kematian. Kurang lebih seperti itulah nasib BPR saat ini, yang harus bersaing dengan bank umum tanpa sokongan Program Kredit KUR dari pemerintah. Paulus Yoga
Jakarta–UKM Center Fakultas Ekonomi Indonesia menilai, bank sentral tidak terlalu peduli dengan nasib Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dibanding bank umum, karena jika bisnisnya bermasalah Bank Indonesia (BI) dapat dengan mudah menutupnya.
“Kasarnya Itu BPR kalo mau mati, mati saja, karena ngga berdampak sistemik jadi ngga dibantu BI,” tandas Direktur Utama UKM Center FEUI Nining I. Soesilo kepada wartawan di Jakarta, belum lama ini.
Ia menambahkan, kondisi tersebut bisa dilihat dari data dimana pada tahun 2005, masih ada sekitar 3.000 BPR yang masih aktif beroperasi, namun, saat ini jumlahnya terpangkas drastis hanya tinggal sekitar 1.700 BPR.
“BPR semakin terjepit, karena banyak bank umum yang mulai masuk ke sektor mikro. Padahal secara operasional untuk menggarap sektor ini biayanya besar sekali,” tukasnya.
Ketimpangan tersebut semakin terlihat, karena dengan permodalan yang tidak besar, BPR harus menanggung biaya operasional untuk menggarap sektor mikro yang sangat besar, sementara pemerintah sendiri tidak tegas akan nasib mereka, karena tidak menyertakan BPR dalam Program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Itu BPR nggak dapat KUR. Jadi APBN dipakai untuk menjamin 70% dari kredit. Nah BPR ngga dapat penjaminan, sedangkan biayanya tinggi, kalo kolaps ngga dijamin, yang dijamin itu yang enam bank penerima Program KUR itu,” papar Nining.
Ia melihat, akibat tingginya biaya menggarap sektor mikro dan tidak ada ketegasan dari pemerintah, maka BPR menetapkan bunga yang tinggi untuk menekan biaya operasional, dan hal tersebut memang pantas dilakukan mengingat nilai kredit ke segmen mikro sendiri sangat kecil.
“Nah, itu makanya BPR bunganya tinggi, karena tidak ada penjaminan tadi. BPR itu kasihan, harusnya pemerintah tegas, kalau dibutuhkan kasihlah itu KUR ke BPR. Kalau suku bunga mau turun KUR harus masuk ke situ, karena itu dijamin 70% oleh pemerintah,” tegasnya.
Dari data BI, berdasarkan kelompok bank, kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang dikucurkan oleh BPR/BPR Syariah hingga Juni 2011 mencapai Rp1,39 triliun, sedangkan total net expansion kredit UMKM mencapai Rp 42,36 triliun. (*)

Sumber : www.infobanknews.comhttp://www.infobanknews.com/2011/08/dianaktirikan-bi-bpr-harus-terima-kur-untuk-turunkan-suku-bunga/

UKM Centre FEUI: UMKM Tidak Permasalahkan Suku Bunga Bank

Persoalan mendasar bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk bisa terus bertumbuh melalui dukungan kredit bukanlah tingginya tingkat suku bunga perbankan atau lembaga keuangan lainnya, namun kemudahan syarat dan proses cepat. Paulus Yoga
Jakarta–UKM Center Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyatakan, bahwa pelaku usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tidak terlalu memermasalahkan suku bunga yang diberikan perbankan, selama mereka bisa memeroleh kucuran kredit dengan cepat.
“Suku bunga nggak terlalu penting bagi UMKM. Terutama kalau UMKM-nya perdagangan dan jasa, itu kan return of investment mereka tinggi, jadi maunya yang cepat saja,” tutur Direktur Utaman UKM Center FEUI Nining I. Soesilo, saat ditemui wartawan di Jakarta, Kamis, 4 Agustus 2011.
Jangkauan perbankan terhadap sektor UMKM sendiri masih jauh dari cukup. Ia mengaku, pernah menghitung dari sekian banyak kucuran kredit perbankan ke sektor UMKM sesuai data bank sentral, bila paling tidak dibagi Rp200 juta, dengan pertimbangan kucuran kredit kecil sekitar itu, diperoleh hasil sangat memperihatinkan mengingat ada sekitar 50 juta UMKM di Indonesia.
“90% UMKM di Jakarta nggak bisa masuk bank. Itu kalau dibagi secara kasar masing-masing kredit Rp200 juta, itu kan masih termasuk kecil, itu hasilnya nggak sampai sepersepuluh UMKM di Jakarta,” tandasnya.
Akibat kondisi tersebut, kakak Kandung Sri Mulyani ini mengungkapkan, para penggiat UMKM akan mengambil pembiayaan dari siapapun yang memberikan kemudahan tersebut. Tidak terlepas Lembaga Keuangan Mikro, Baitul Maal Wal Tamil (BMT), Koperasi bahkan rentenir sekalipun.
“Bagaimana dengan bank? Tidak mungkin. Karena bank banyak memberikan syarat apalagi soal agunan tersebut. Sudah pasti di daerah itu enggan menggunakan jasa bank,” pungkasnya. (*)

Sumber : www.infobanknews.com