Minggu, 05 Februari 2012

Pengamat: BI Perlu Buat Arsitektur Perbankan ke Sektor Mikro

Dalam menciptakan persaingan yang lebih ketat di sektor mikro, Bank Indonesia dinilai perlu membuat arsitektur sehingga mendorong lebih banyak bank melakukan pembiayaan ke sektor mikro sehingga suku bunganya bisa turun. Paulus Yoga

Jakarta–Untuk menurunkan suku bunga kredit, khususnya di sektor mikro yang dinilai masih cukup tinggi, Bank Indonesia (BI) perlu membuat arsitektur yang menciptakan kompetisi di sektor mikro meningkat.

Hal tersebut diutarakan Pengamat Ekonomi yang juga menjabat Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Mirza Adityaswara, kepada wartawan di Kantor LPS, Jakarta, Kamis, 2 Februari 2012.

“Buatlah arsitektur yang membuat kompetisi di mikro meningkat, jadi suku bunga bisa seperti KPR (kredit pemilikan rumah) dan korporasi,” tandasnya.

Ia menjelaskan, saat ini hampir semua bank memiliki produk KPR, sehingga tingkat kompetisi menjadi ketat dan membuat tingkat suku bunga semakin menurun. Demikian juga halnya dengan segmen korporasi.

Seperti diketahui, dalam suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan yang diumumkan sejak 31 Maret 2011 lalu, terlihat penurunan terbesar memang terjadi untuk SBDK korporasi dan SBDK kredit konsumsi KPR. Bank sentral mencatat, sejak Maret sampai November 2011, komposisi SBDK terlihat sebagai berikut:

- Kredit korporasi turun dari posisi Maret 2011 sebesar 10,51% menjadi 10,36% per November 2011.
- Kredit ritel turun dari 11,80% menjadi 11,78%.
- Kredit konsumsi untuk KPR turun dari 11,16% menjadi 10,82%.
- Kredit konsumsi non KPR naik dari 11,56% menjadi 11,68%.

Saat ini, relatif bank yang bermain di sektor mikro pun masih sangat terbatas. Adapun bank-bank yang memiliki porsi besar di segmen tersebut antara lain PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk (BRI), PT Bank Danamon Indonesia Tbk, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN), PT Bank Mandiri (persero) Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk dan PT Bank OCBC NISP Tbk.

“Selain bank-bank tersebut, memang masih ada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang memiliki fokus bisnis di sektor mikro. Tapi dari sekitar 1.800 BPR outstanding kreditnya cuma Rp40 triliun,” tukas Mirza.

Beberapa waktu lalu, Direktur Direktorat Kredit UMKM dan BPR BI Edy Setiadi mengaku, data kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masih belum stabil karena perbankan masih menyesuaikan kategori kredit mikro sesuai aturan yang baru.

“Untuk tahun 2011 itu bank juga masih koreksi lagi angkanya. Jadi angka pertumbuhan tahun 2012 belum semua masuk RBB (rencana bisnis bank),” ucapnya. (*)

Sumber : Infobank

Tidak ada komentar:

Posting Komentar