Senin, 26 September 2011

5 Pilihan Meningkatkan Produktifitas

Untuk membantu individu dan organisasi meningkatkan produktivitas sekaligus memberikan hasil yang extraordinary,  FranklinCovey USA meluncurkan satu solusi baru, yaitu “The  5 Choices to Extraordinary Productivity”. Rully Ferdian
Jakarta–Di era pengetahuan dan teknologi saat ini, kesempatan bagi individu maupun organisasi untuk  menghasilkan hal-hal yang extraordinary sebenarnya sangat terbuka lebar. Namun, seringkali menumpuknya pekerjaan yang seakan tiada henti dan ditambah dengan kemudahan kita untuk menerima informasi dari berbagai sumber seperti telepon, sms, internet maupun email terasa sangat menganggu.
Ha-hal ini dapat menghambat kemampuan kita untuk berpikir secara jelas dan mengambil keputusan dengan tepat. Bila kita terus  terjebak dalam situasi ini, tak dapat dipungkiri, keseimbangan hidup kita baik secara personal maupun professional dapat terganggu  dan mempersulit mencapai hasil yang extraordinary.
Untuk membantu individu dan organisasi meningkatkan produktivitas sekaligus memberikan hasil yang extraordinary,  FranklinCovey USA meluncurkan satu solusi baru, yaitu “The  5 Choices to Extraordinary Productivity”.
Seperti dijelaskan Dunamis Organization services, dalam siaran pers-nya kepada Infobanknews.com, di Jakarta, belum lama ini djelaskan,  “The 5 Choices  to Extraordinary Productivity” mempermudah individu dan organisasi meningkatkan produktivitas dengan  membantu setiap orang di setiap level organisasi untuk memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang penting dan utama, sehingga  mampu mengambil keputusan dengan tepat, meningkatkan efektivitas waktu yang mereka miliki sehingga energy mereka dapat terjaga untuk melakukan aktivitas yang memiliki high-impact dan memberikan hasil yang maksimal.
5 pilihan yang akan membantu meningkatkan produktivitas kita untuk mencapai hasil yang extraordinary dalam “The 5 Choices to Extraordinary Productivity ” meliputi:
Choice 1: Act on the Important, don’t react to the urgent (Bertindak pada hal-hal yang penting, bukan reaktif pada hal-hal mendesak)
Choice 2: Go for Extraordinary,  don’t settle for ordinary (Menentukan tujuan untuk mencapai hasil yang  maksimal, tidak melakukan pekerjaan hanya dengan cara yang biasa-biasa saja)
Choice 3: Schedule the Big Rocks, don’t sort gravel (Menjadwalkan hal-hal yang mejadi prioritas utama dan mengeksekusinya secara konsisten)
Choice 4: Rule your Technology, don’t let it rule you (Mengendalikan teknologi yang ada untuk memudahkan kita mencapai tujuan, bukan tenggelam dalam kecanggihan teknologi saja)
Choice 5: Fuel your Fire, don’t burn out (Selalu me-recharge energy untuk fisik, mental, sosial dan spiritual kita, bukan hanya melakukan aktivitas-aktivitas fisik yang melelahkan saja).

Sumber : www.infobanknews.com

Jumat, 16 September 2011

LPS Tetap Tahan Tingkat Bunga Wajar

Penetapan tingkat bunga wajar tersebut didasari beberapa pertimbangan, antara lain kondisi perekonomian dalam negeri yang relatif kuat ditandai dengan tingkat inflasi yang relatif rendah, meningkatnya cadangan devisa, dan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Rully Ferdian
Jakarta–Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan suku bunga wajar simpanan di bank umum sebesar 7,25% (rupiah) dan 2,75% (valuta asing), sedangkan pada bank perkreditan rakyat (BPR) sebesar 10,25% (rupiah). Tingkat bunga wajar simpanan tersebut berlaku pada periode 15 September 2011 hingga 14 Januari 2011.
Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani, dalam keterangan pers-nya di Jakarta, Rabu, 14 September 2011, mengatakan, penetapan tingkat bunga wajar tersebut didasari beberapa pertimbangan, antara lain kondisi perekonomian dalam negeri yang relatif kuat ditandai dengan tingkat inflasi yang relatif rendah, meningkatnya cadangan devisa, dan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Amerika Serikat).
“Ditengah memburuknya perekonomian global khususnya Amerika dan Eropa, dan unutk tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat dan menjaga stabilitas sistem perbankan, LPS tetap mempertahankan tingkat bunga wajar,” ujar Firdaus.
Sesuai ketenuan LPS, apabila tingkat bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi tingkat bunga wajar, maka simpanan nasabah dimaksud menjadi tidak dijamin.
Berkenaan dengan hal tersebut, bank diwajibkan untuk memberitahukan kepada nasabah penyimpan mengenai tingkat bunga wajar yang berlaku dengan menempatkan informasi mengenai tingkat bunga wajar pada tempat yang mudah diketahui oleh nasabah penyimpan.

Sumber : http://www.infobanknews.com/2011/09/lps-tetap-tahan-tingkat-bunga-wajar/

Pengumuman LPS : http://www.lps.go.id/v2/home.php?link=tingkat_bunga

BI Siapkan Kurikulum Kenali Uang Palsu

JAKARTA - Bank Indonesia sedang menyiapkan kurikulum kebanksentralan di sekolah-sekolah yang antara lain berisi sosialisasi ciri-ciri uang asli rupiah guna pencegahan penyebaran uang palsu.

"Tahun ini kurikulum kebanksentralan akan kita cobakan di sebuah SMA di Sukabumi, sebagai bagian sosialisasi ciri-ciri uang asli rupiah," kata Kepala Biro Kebijakan Pengedaran Uang Bank indonesia Eko Yulianto di Jakarta, Selasa.

Eko menyampaikan hal itu dalam jumpa pers mengenai pemusnahan uang Rupiah palsu bersama Kepolisian dengan menggunakan alat mesin racik uang kertas yang dimiliki Bank Indonesia.

Menurut Eko, jumlah temuan uang palsu yang dilaporkan masyarakat dan bank ke BI sampai 2010 mencapai 204.490 lembar atau meningkat dibanding 2009 sebanyak 79.846 lembar, tahun 2008 mencapai 86.552 lembar, tahun 2007 sebanyak 74.243 lembar, tahun 2006 mencapai 148.511 lembar, tahun 2005 berjumlah 88.838 lembar.

Kemudian, pada tahun 2004 sebanyak 42.498 lembar dan tahun 2003 mencapai 24.656 lembar. "Peningkatan (jumlah laporan, red) ini bisa diartikan sosialisasi mengenai ciri-ciri uang asli rupiah berhasil mendorong masyarakat untuk mengenali uang palsu dan kemudian berani melaporkan ke Polisi atau ke BI," kata Eko.

Dikatakannya, setelah di Sukabumi kurikulum kebanksentralan akan juga dimasukkan di sekolah-sekolah lain yang berada di kota-kota kecil yang dirasakan kurang mendapatkan sosialisasi ciri-ciri uang asli rupiah.

Menurut Eko, teknik pemalsuan uang rupiah selama ini terbanyak menggunakan teknik foto copy sebanyak 79,9 persen kemudian cetak laser 19 persen, sementara sisanya menggunakan sablon, scanner dan lain-lain.

"Teknik-teknik pemalsuan seperti ini masih bisa dikenali dengan mudah menggunakan 3D. Dilihat, diraba dan diterawang, karena tekniknya pemalsuannya masih sederhana," katanya.

Meski demikian, lanjutnya BI akan terus meningkatkan fitur pengaman dalam lembaran uang kertas rupiah seperti tambahan cetak pelangi di pecahan Rp 20 ribu, Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu pada Oktober mendatang. (tk/ant)

Sumber : http://www.investor.co.id/moneyandbanking/bi-siapkan-kurikulum-kenali-uang-palsu/19841

Catatan Penting Atas Kesepakatan Asumsi Makro APBN 2012

Target-target yang disepakati antara lain: (1) Angka kemiskinan sebesar 10,5–11,5%; (2) setiap 1% persen pertumbuhan ekonomi dapat menyerap 450.000 tenaga kerja; dan (3) Tingkat pengangguran terbuka 6,4–6,6 %. Target-target tersebut diatas  dirumuskan dalam batang tubuh UU APBN. Rully Ferdian
JakartaAnggota Komisi XI DPR RI, Kemal Azis Stamboel menilai, setelah melalui pembahasan dan perdebatan panjang selama tiga hari, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyepakati asumsi makro dalam RAPBN 2012 pada Kamis sore, 15 September 2011.
“Asumsi makro yang disepakati adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 6,7%, angka inflasi sebesar 5,3%, nilai tukar rupiah sebesar 8.800 per US$ dan suku bunga SPN 3 bulan sebesar 6,4%. Dan dari Komisi VII juga telah menyepakati target lifting minyak mentah sebesar 950 ribu barel per hari dan ICP sebesar US$ 90 per barel”, ujar Kemal, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 16 September 2011.
Menurut Kemal, dalam raker tersebut, Komisi XI dan pemerintah sepakat agar dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas harus diikuti dengan penurunan tingkat kemiskinan, penurunan tingkat pengangguran dan penyerapan tenaga kerja.
Adapun target-target yang disepakati sebagai berikut: (1) Angka kemiskinan sebesar 10,5–11,5%; (2) setiap 1% persen pertumbuhan ekonomi dapat menyerap 450.000 tenaga kerja; dan (3) Tingkat pengangguran terbuka 6,4–6,6 %. Target-target tersebut diatas  dirumuskan dalam batang tubuh UU APBN.
“Kita berharap dengan target yang dimasukkan dalam batang tubuh UU akan membuat pemerintah semakin serius mengejar target pertumbuhan yang berkualitas. F-PKS sendiri sebenarnya juga masih memberi catatat dari kesepakatan tersebut bahwa angka kemiskinan seharunya bisa sebesar 10-11%. Juga ada beberapa catatan dari Fraksi-fraski yang lain”, jelasnya.
Tabel 1. Asumsi Makro APBN 2012
Asumsi MakroRAPBNKeputusan
Pertumbuhan Ekonomi ( %) yoy6,76,7
Inflasi (%)yoy5,35,3
Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan (%)6,56,4
Nilai Tukar (Rp/US$1)8.8008.800
Harga Minyak (US$/barel)9090
Lifting Minyak (ribu barel/hari)950950
Kemal mengatakan, misalnya, terkait dengan angka pertumbuhan ekonomi, Fraksi Golkar, PDI-P dan Hanura juga memberi catatan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi seharusnya bisa 7%. “Kami dari F-PKS lebih konsern ke peningkatan kualitas pertumbuhan, agar dapat optimal membuka lapangan kerja dan mereduksi kemiskinan. Untuk itu kami menegaskan agar terkait belanja modal perlu ditingkatkan dan difokuskan pada pembangunan infrastruktur pertanian, infrastruktur perdesaan, infrastruktur kelautan dan transportasi masal”, tambahnya.
Berikut adalah beberapa catatan atas kesepakatan asumsi makro diatas secara lebih lengkap.
  • F-PKS berpendapat bahwa angka kemiskinan sebesar 10-11%.
  • F-PDI Perjuangan berpendapat bahwa suku bunga SPN 3 bulan sebesar 6%.
  • F-PDI Perjuangan berpendapat bahwa 1 (satu) persen pertumbuhan ekonomi dapat menyerap 475.000 tenaga kerja.
  • HANURA berpendapat bahwa tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,5%.
  • GOLKAR berpendapat bahwa tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,4%.
  • F-PDI Perjuangan berpendapat tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,2%, dengan kondisi alokasi peningkatan pertumbuhan di sektor pertanian.
  • Komisi XI DPR RI akan melakukan pembahasan secara khusus dengan Pemerintah  mengenai penentuan angka tingkat pengangguran terbuka dan penentuan garis kemiskinan dan klasifikasi kemiskinan.
  • F-PDIP berpendapat bahwa tingkat kemiskinan yang terdiri dari Sangat Miskin sebesar 3,5 – 4%, Miskin sebesar 10 – 11%, dan Hampir Miskin sebesar 8,5 – 9,5% untuk masuk dalam batang tubuh APBN 2012,
  • F-PDIP dan F-PG meminta Nilai Tukar Petani harus lebih besar dari 105 dan Nilai Tukar Nelayan lebih besar dari 110 dan dimasukkan dalam batang tubuh RABPN 2012.
Selain itu, menurut Anggota DPR dari FPKS ini, terkait dengan optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak, Komisi XI dan  Pemerintah sepakat untuk meningkatkan PNBP dalam APBN 2012, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah optimalisasi di sektor Migas, BUMN, dan lain-lain.
“Tetapi, pemerintah tidak setuju terkait dengan optimalisasi penerimaan dari sektor perpajakan, dimana Komisi XI DPR RI mengusulkan untuk meningkatkan tax ratio menjadi 13%. Jadi, dengan demikian tax ratio masih tetap 12,6%”, tambahnya.
Dalam raker, tambah Kemal, Komisi XI juga meminta agar penerbitan Surat Berharga Negara harus didasari oleh program-program produktif yang diukur melalui imbal hasil yang lebih besar dari bunga SPN. Sedangkan untuk menjaga akuntabilitas SBN yang berorientasi kepada hasil, Komisi XI DPR RI mengusulkan untuk setiap rencana tahapan penerbitan SBN harus melalui persetujuan Komisi XI DPR RI.
“Tetapi, Pemerintah belum atau tidak sependapat dengan butir ini. Tetapi Kemenkeu, melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) disepakati akan menyampaikan rencana penerbitan SBN ke Komisi sesuai dengan plafond yang telah disetujui di APBN. Kita akan coba awasi terkait peningkatan beban utang dan bunga utang yang semakin besar ini kedepan secara lebih serius”, pungkas Kemal. (*)

Sumber : www.infobanknews.com

Minggu, 11 September 2011

Sudah Waktunya Bank Hati-Hati Memberikan Kredit

Risiko reputasi perlu diperhatikan selain persoalan ekspansi kredit dan efisiensi. Perilaku manajemen dan pengelolaan bank harus mengikuti prinsip pengelolaan yang benar. Tidak seperti musang berbulu domba. Kelihatan baik, tidak tahunya tukang melipat kredit. Sudah bukan zamannya lagi ada kredit fiktif karena sudah pasti ketahuan. Biro Riset Infobank
Akibat nila setitik dapat merusak susu sebelanga. Itulah peribahasa yang sering diungkapkan masyarakat. Akibat perilaku satu orang, rusak seluruh masyarakat. Hal itu juga berlaku di kalangan perbankan. Karena ulah Malinda Dee yang menggangsir dana nasabahnya, seluruh bank terkena hukuman. Seluruh bisnis wealth management dihentikan sementara.
Hari-hari ini bank-bank memang harus menjaga brankasnya agar tidak digangsir pencoleng yang bekerja sama dan menimbulkan risiko keuangan dan reputasi. Berikut adalah tips bagi para bankir bagaimana mempertahankan kinerja banknya agar tetap prima. Artinya, secara volume usaha meningkat dan secara rasio juga masih tetap menjanjikan.
Pertama, lakukan ekspansi kredit yang lebih besar. Laju pertumbuhan kredit pada triwulan pertama tahun ini tampak mengalir dengan cepat dan bank-bank seperti hendak membiarkan kreditnya mencair. Kenyataan ini tentu akan memengaruhi perolehan laba bank pada akhir 2011. Untuk itu, tak ada kata lain bagi bank yang hendak memperbaiki angka net interest margin (NIM), kecuali dengan menggenjot kredit dan menekan suku bunga dananya.
Namun, menyalurkan kredit harus tetap di jalur yang benar. Menggenjot kredit bukan berarti memberikan kredit secara serampangan tanpa kendali seperti masa sebelum krisis pada 1998. Pemberian kredit tetap dengan mekanisme dan pengawasan yang benar. Pasar konsumer dan komersial tetap menjanjikan. Nah, karena kredit konsumsi dan UMKM, maka risiko NPL bank pun tampak moderat.
Kedua, setelah melakukan ekspansi kredit, pertahankan likuiditas dan jaga komposisi dana yang lebih murah. Jangan lagi memberikan suku bunga terlampau tinggi karena akan menggerus margin bank. Bank-bank menengah kecil yang tidak mungkin dapat bersaing dengan bank-bank besar dalam mempertahankan dana murahnya perlu memakai strategi khusus untuk menjaringnya. Dana murah menjadi prioritas penting.
Jika bank masih sulit menurunkan biaya-biaya dana (cost of funds) seperti sulitnya bank-bank kecil menurunkan harga dana, tidak ada pilihan, bank harus mencari nasabah KW 2 yang belum didekati bank utama. Jangan takut bersaing jika biaya dana masih tinggi, asalkan dapat melempar kredit dengan bunga tinggi.
Ketiga, menjaga efisiensi agar dapat mempertahankan margin yang tebal. Jika dapat melakukan efisiensi, sekaligus akan dapat memperbaiki pos rentabilitas dan efisiensi berupa NIM yang tebal. Apalagi, jika benar BI hendak menertibkan NIM dan mengurangi beban biaya bonus direksi dan komisaris, maka unsur efisiensi menjadi sangat penting.
Keempat, menggali fee based income agar dapat meningkatkan laba dan sudah tentu bisa meningkatkan modal yang pada akhirnya bank mempunyai amunisi besar untuk ekspansi ke depan.
Selain keempat hal itu, seperti dalam mengelola kesehatan tubuh, gaya hidup kita tetap perlu dijaga, artinya perilaku manajemen dan pengelolaan bank harus mengikuti prinsip pengelolaan yang benar. Tidak seperti musang berbulu domba. Kelihatan baik, tidak tahunya tukang melipat kredit. Sudah bukan zamannya lagi ada kredit fiktif karena sudah pasti ketahuan, hanya tinggal waktu.
Di samping itu, direksi juga harus mengawasi karyawannya. Jangan sampai akibat ulah pimpinan cabang seperti yang terjadi pada Bank Mega, seluruh bank jadi repot dan pada akhirnya akan merusak kinerjanya. (*)

Sumber : www.infobanknews.com

Siapa Mau Memberi Hadiah?

Nasabah mass market tampak concerned lebih mempertimbangkan biaya administrasi yang dibebankannya dalam memilih sebuah bank. Akses ATM dan kantor cabang juga dianggap penting. Sedikit yang terpincut karena hadiah, tapi mengapa bank masih berlomba menawarkan hadiah. Harry Puspito
Salah satu bentuk promosi yang banyak dilakukan perusahaan-perusahaan dalam rangka merebut pangsa pasar adalah dengan “memberikan hadiah”. Tidak ketinggalan bank-bank. Bank-bank menawarkan macam-macam hadiah, apakah dalam bentuk undian barang-barang besar seperti rumah, mobil, sepeda motor, dan barang-barang elektronik ataupun barang-barang kecil sebagai hadiah langsung tanpa diundi seperti boneka, alat tulis, dan buku harian. Ketika pemberian hadiah oleh bank sudah menjadi kebiasaan dan dilakukan berbagai bank, bagaimana sikap dan sambutan masyarakat terhadap penawaran hadiah-hadiah itu?
Sebuah survei dilakukan Marketing Research Indonesia (MRI) pada 2010 untuk mengetahui sikap nasabah tabungan terhadap penawaran hadiah oleh bank dan dampaknya terhadap sikap serta perilaku mereka terhadap bank. Survei yang bertajuk “MRI’s Saving Account Study 2010” itu mewawancara lebih dari 500 responden nasabah dari enam kota besar, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar.
Berdasarkan survei, ternyata tidak banyak nasabah yang memerhatikan penawaran hadiah oleh berbagai bank. Hanya satu dari tiga nasabah yang mengaku memerhatikan. Dari enam kota yang disurvei, menarik diamati, ternyata nasabah dari Makassar, Medan, dan Jakarta yang lebih perhatian terhadap hadiah dibandingkan dengan nasabah dari ketiga kota lain, khususnya Semarang, yang menunjukkan paling tidak peduli dengan promosi hadiah.
Dari segi usia, ternyata nasabah yang paling perhatian terhadap hadiah dari bank adalah kelompok usia 30-39 tahun. Usia ini adalah usia menjelang puncak karier seseorang. Apakah dengan demikian kelompok ini paling berambisi untuk mendapatkan sesuatu secara ekstra?
Minat usia selanjutnya terhadap hadiah drop secara signifikan. Mungkin mereka menginginkan yield yang lebih riil daripada hadiah-hadiah yang tidak jelas. Usia yang lebih muda mungkin lebih tahu diri bahwa hadiah-hadiah itu menuntut mereka untuk membuka rekening baru atau menamba saldo dan mereka belum memiliki dana yang leluasa untuk itu.
Dari kelas sosial ekonomi, ternyata yang paling berminat terhadap hadiah adalah nasabah dari kelas B dari pembagian kelas ABCDE berdasarkan pada pengeluaran rumah tangga mereka. Perhatian terhadap program hadiah berkurang pada kelas A dan kelas-kelas yang lebih rendah dan terendah pada kelas DE. Dari sisi gender, nasabah wanita tampak lebih memerhatikan soal hadiah daripada nasabah pria. Tampaknya sudah menjadi natur wanita, yang menyukai dan memerhatikan hadiah.
Bagaimana tanggapan nasabah ketika mereka mengetahui suatu tabungan sedang menawarkan berbagai hadiah? Untuk mendapatkan perkiraan jumlah nasabah sesuai dengan klaim perilaku mereka, diambil nilai tertinggi dari skala lima yang digunakan dalam survei. Dari berbagai kemungkinan tanggapan positif nasabah terhadap promosi berhadiah itu, paling banyak nasabah akan meningkatkan saldo mereka di tabungan yang sedang memberikan hadiah itu (14%).
Dampak berikut yang mereka rasakan dari penawaran hadiah adalah meningkatnya penghargaan dan loyalitas mereka terhadap bank (9%). Ini berarti nasabah akan terus menggunakan bank tersebut, bahkan meningkatkan penggunaan bank.
Survei ini juga menangkap bahwa dalam jumlah nasabah yang lebih kurang sama akan mempertahankan dana pada bank yang menawarkan hadiah (8%) dan mereka akan mempromosikan bank tersebut kepada orang lain (8%). Keuntungan seperti ini tentu menjadi signifikan kalau bank-bank lain tidak menawarkan hadiah dan tidak memiliki strategi alternatif untuk meningkatkan loyalitas nasabah mereka. Namun, dampak akuisisi dana baru melalui pembukaan tabungan di bank yang sedang melakukan promosi (5%) atau pemindahan dana dari satu bank ke bank lain yang sedang melakukan promosi (0%) tampaknya sangat minim terjadi.
Dari berbagai bentuk hadiah yang selama ini banyak ditawarkan berbagai bank, hadiah langsung jelas masih yang paling dipilih nasabah (73%). Bentuk hadiah langsung (dibandingkan dengan bentuk-bentuk lain) paling disukai nasabah dari semua kota yang disurvei dan paling banyak dipilih oleh nasabah dari semua kelompok demografis. Item hadiah kecil yang paling banyak digandrungi nasabah adalah boneka lucu (40%). Hadiah boneka lucu paling disukai nasabah Jakarta (53%), jauh dibandingkan dengan nasabah-nasabah ke lima kota lain (26%-38%). Tampaknya masyarakat Ibu Kota sangat membutuhkan hiburan dan kehangatan, lebih dari masyarakat kota-kota lain.
Bentuk hadiah-hadiah kecil berikut yang mendapatkan pilihan nasabah adalah alat tulis (24%), uang tunai (13%), buku atau buku harian (11%), telepon genggam (4%), barang-barang elektronik (4%), alat-alat rumah tangga (3%), tas (2%), jam dinding (2%), dan payung (2%).
Format hadiah berikut yang cukup banyak disukai nasabah, walaupun tidak seperti hadiah langsung, adalah penambahan saldo (19%) dan bentuk undian dengan hadiah yang relatif besar (17%). Bentuk hadiah yang berbeda sama sekali adalah undian itu. Undian tentu menciptakan harapan untuk mendapatkan sesuatu yang besar dan menciptakan excitement ketika diumumkan pemenangnya. Hasil survei ini menunjukkan, nasabah dari Makassar, Jakarta, dan Surabaya paling menyukai tipe hadiah ini (20%-24%) ketimbang nasabah-nasabah dari kota-kota lain, khususnya nasabah dari Bandung dan Semarang (5%-6%) yang menunjukkan pilihan paling apatis terhadap hadiah undian.
Barang-barang undian yang paling disukai nasabah ternyata adalah rumah (50%) dan sebagian memilih apartemen (7%). Bentuk hadiah undian berikutnya adalah mobil (41%) disusul sarana transportasi lain yang lebih murah, yaitu sepeda motor (13%). Di bawah ini nasabah memilih barang-barang elektronik. Sebaliknya, sedikit sekali yang memilih bentuk undian berhadiah tunai (cash). Bisa jadi ini bentuk irasionalitas nasabah, yang memilih barang-barang tertentu  dibandingkan dengan dana tunai yang bisa mereka belanjakan segala seuatu sesuai dengan kebutuhan mereka, walaupun ada kemungkinan mereka sudah memiliki barang-barang yang sama.
Bentuk hadiah yang paling tidak popular adalah point reward (2%), jauh dibandingkan dengan pilihan-pilihan lain, bahkan dibandingkan dengan hadiah asuransi jiwa gratis (8%). Bentuk hadiah seperti ini tidak diminati di mana-mana dan di antara semua segmen nasabah. Nasabah tampaknya tidak sabar menunggu akumulasi poin mereka untuk mengklaim hadiah yang diiming-imingkan.
Tampaknya hadiah sudah menjadi salah satu strategi untuk mengakuisisi dana, nasabah baru, maupun membangun loyalitas nasabah. Dengan hadiah, nasabah merasa diapresiasi, meningkatkan bisnis dengan bank, dan bahkan menjadi pembela bank ketika bank mengalami masalah.
Pemberian hadiah memang tidak menjadi alasan yang penting bagi nasabah untuk membuka rekening di suatu bank. Dewasa ini nasabah mass market tampak concerned dengan masalah biaya dan memilih bank yang menawarkan tanpa biaya administrasi atau biaya administrasinya rendah (22%), di samping akses yang mudah melalui jaringan automatic teller machine (ATM) yang luas (19%) dan jumlah cabang yang banyak (8%). Faktor keamanan bank masih cukup penting dan menjadi pertimbangan cukup banyak nasabah ketika memilih suatu bank (18%).
Walaupun tidak menonjol, pemberian hadiah ternyata menarik paling tidak 1% nasabah untuk membuka suatu rekening baru. Di luar itu penawaran hadiah tampaknya tetap menjadi pertimbangan bagi lebih banyak nasabah untuk berhubungan dengan suatu bank. Seperti diungkapkan 9% nasabah yang menyebutkan pemberian hadiah sebagai salah satu dari tiga faktor penting bagi mereka memilih suatu bank. Masalahnya, kalau kompetitor memberikan hadiah, tanpa strategi tandingan, apa berani kita tidak menawarkan hadiah? (*)

Penulis adalah Presiden Direktur Marketing Research Indonesia (MRI).

Sumber : www.infobanknews.com

6 Cara Agar BPR Tidak Terlikuidasi

Selain menjaga NPL dan  likuiditas, BPR perlu memperbaiki perilaku pengurusnya. Prinsipnya sangat tabu menggunakan uang bank untuk keperluan yang diluar norma perbankan. Apalagi, dengan membikin usaha yang tidak dikuasai, selain menempatkan bank di ujung tanduk, maka bukan tak mungkin akan berurusan dengan pihak berwajib. Biro Riset Infobank
Pengalaman adalah guru terbaik. Pengalaman Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tentang sebab matinya BPR karena ulah pengurusnya bisa menjadi pelajaran berharga bagi mereka yang bergelut di bisnis BPR.
Persoalan bukan semata-mata urusan matematika angka, tapi menyangkut perilaku pengurus dan karyawannya. Nah, agar Anda bisa masuk jajaran BPR terbaik versi Infobank tahun mendatang, enam hal harus dipenuhi, yaitu (1) meningkatkan modal, (2) memperbaiki kualitas aktiva produktif, (3) menjaga likuiditas, (4) mempertahankan tingkat laba dengan margin yang tetap tebal, (5) terus menjaga efisiensi dan (6) yang terus menjaga perliku pengurusnya. Soal manajemen perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi lima hal yang pertama.
Sulit. Namun, tetap mungkin dapat diraih. Di tengah rimba persaingan yang mahadahsyat di pasar BPR, kalangan BPR harus terus menjaga pertahanan yang lebih kokoh. Persaingan tidak bisa dihindari. Nah, untuk menjaga pertahanan yang baik, dibutuhkan energi untuk persiapan yang memadai.
Situasi makro yang berat tentu sewaktu-waktu akan melilit BPR. Namun, ada tiga resep agar tetap bisa bertahan di masa-masa satu tahun mendatang. Pertama, mempertahankan likuiditas sehingga jika ada pengetatan mendadak masih tetap bisa pertahan. Setiap keseimbangan baru selalu diikuti dengan keseimbangan likuiditas yang baru juga. Tidak ada kata menyerah dalam mencari dana pihak ketiga (DPK), khususnya dana murah.
Kedua, menjaga kualitas kredit. Usahakan jangan sampai terjadi pembiaran NPL yang tak terkontrol. Namun, biasanya, NPL ini terjadi ketika pemberian kredit tidak memakai pendekatan kehati-hatian. Ekspansi kredit berlebihan tanpa memperhatikan aspek kehati-hatian. Jadi, untuk bisa menjadi yang terbaik di masa mendatang tergantung dua hal, yaitu menjaga likuiditas dan memperbaiki terus kualitas kredit.
Ketiga, jangan terlalu bernafsu di sini diartikan jangan menggunakan duit bank untuk ekspansi ke sektor riil yang masih satu grup. Prinsipnya sangat tabu menggunakan uang bank untuk keperluan yang diluar norma perbankan. Apalagi, dengan membikin usaha yang tidak dikuasai, selain menempatkan bank di ujung tanduk, maka bukan tak mungkin akan berurusan dengan pihak berwajib.
Jadi, jangan menganggap uang bank milik nenek moyangnya dan rusaknya BPR akan merusak BPR-BPR yang kondisinya lebih baik dan dikelola dengan profesional. (*)

Sumber : www.infobanknews.com