Jumat, 27 Januari 2012

BI Rate Bakal Turun Jadi 5,50% di 2012

Jakarta - Bank Indonesia (BI) diprediksikan akan menurunkan suku bunga acuannya (BI Rate) sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen di Januari 2012 ini. Di 2012 sendiri BI Rate bakal menyentuh batas bawahnya hingga 5,50 persen.
Inflasi inti yang masih jinak dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu menjadi faktor bank sentral untuk menurunkan suku bunganya.

"BI akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 bps ke 5,50 persen tahun ini kemungkinan besar pada semester I-2012, dengan melihat inflasi inti masih terlihat relatif jinak. BI akan lebih fokus pada mendukung pertumbuhan ekonomi untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi global, mengurangi biaya operasi moneter mereka, dan meningkatkan fungsi intermediasi sektor perbankan," ungkap Ekonom Danamon Anton Hendranata kepada detikFinance di Jakarta, Minggu (8/1/2012).

Menurut Anton, pada Januari atau Februari 2012 ini mungkin akan menjadi waktu terbaik bagi BI untuk menurunkan suku bunga dengan 25 bps karena tekanan inflasi non-inti tidak akan sebesar seperti pada bulan Maret dan April 2012 kedepan ketika pemerintah akan menaikkan tingkat harga listrik dan mulai melaksanakan program penjatahan BBM bersubsidi.

Dijelaskannya kembali, utang Uni Eropa dan krisis perbankan dan masalah jangka panjang prospek fiskal di AS serta upgrade rating (untuk investment grade) oleh dua lembaga rating besar lainnya (S & P dan Moodys) dapat memberikan dorongan positif bagi keuangan Indonesia.

"Hal ini dapat memicu efek yang cukup besar yang relatif di Januari, dengan demikian BI akan memotong 25 bps di Januari 2012," tuturnya.

Anggota Komisi XI DPR RI, Kemal Azis Stamboel, menilai inflasi 2011 sebesar 3,79 persen merupakan peluang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan BI Rate dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) untuk menurunkan suku bunga penjaminan.

"Ruang bagi BI dan LPS semakin besar untuk menurunkan suku bunga acuan dan penjaminan. Penurunan sebelumnya secara umum juga sudah diikuti kalangan perbankan. Dan kalau Januari ini BI dan LPS menurunkan lagi tentu akan menjadi kado awal tahun yang baik bagi dunia usaha dan perekonomian nasional. Hal ini tentunya juga sejalan dengan tren inflasi triwulan pertama yang rendah dan juga target inflasi tahun 2012 yang 5,3 persen," jelas Kemal.

Menurut Kemal, kebijakan BI dan LPS untuk menurunkan suku bunga acuan dan suku bungan penjaminan sangat penting untuk mendorong perbankan menurunkan suku bunga kredit dan membentuk ekspetasi inflasi ke depannya. "Kita harapkan ini akan efektif mendorong suku bunga kredit agar segera turun dari rata-rata mengarah ke 7-8 persen," tuturnya.

Ekonom Standard Chartered Bank, Eric Alexander Sugandi menjelaskan pemangkasan BI Rate itu belum dilakukan dalam waktu dekat.

Menurut Eric, Bank Indonesia kemungkinan masih memberikan peluang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kreditnya, setelah BI Rate turun 50 basis poin dari 6,5 persen pada November lalu.

"Untuk Januari ini masih stay di enam persen. Tapi, memang ada kemungkinan, kami proyeksikan ada pemotongan 25 basis poin di akhir kuartal pertama ini. Kemungkinan pada Maret," kata Eric.

Pemotongan BI Rate ini, katanya, sebagai bentuk stimulus bank sentral bagi pertumbuhan ekonomi nasional, sewaktu perekonomian global diprediksi lesu pada tahun ini.

"Saat perlambatan itu, BI akan memberikan stimulus penurunan 25 basis poin. Tapi, bukan sekarang," jelasnya.

Seperti yang diberitakan, BPS menyebutkan, inflasi Desember 2011 sebesar 0,57 persen. Dengan begitu, inflasi keseluruhan tahun 2011 sebesar 3,79 persen. Angka itu lebih rendah dari target pemerintah sebesar 5,65 persen. Sementara itu, BI rate sekarang ini berada pada angka 6 persen, dan suku bunga penjaminan LPS untuk simpanan rupiah sebesar 6,5 persen dan 1,5 persen untuk simpanan valuta asing per Desember 2011.

Sumber: Herdaru Purnomo - detikFinance

Jumat, 13 Januari 2012

http://www.infobanknews.com/2012/01/perbankan-diminta-ikut-sukseskan-pembatasan-bbm/


Dalam rangka menyukseskan program pembatasan BBM untuk menekan pembengkakan APBN, pemerintah meminta industri perbankan ikut andil dengan melakukan pembiayaan kepada masyarakat yang ingin memeroleh converter kit, pun pembangunan SPBG. Paulus Yoga
Jakarta–Pemerintah akan mendorong perbankan perbankan untuk memberikan kredit converter kit kepada masyarakat untuk mengubah kendaraannya dari menggunakan bahan bakan minyak (BBM) menjadi bahan bakar gas (BBG). Hal tersebut dilakukan dalam membantu menyukseskan kebijakan pembatasan BBM subsidi.
“Kita juga mendorong dalam konteks menyukseskan program pembatasan, terkait program pinjaman kepada perbankan atau selanjutnya, baik SPBU maupun converter kit,” tukas Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, kepada wartawan di Kantornya, di Jakarta, Selasa, 10 Januari 2012.
Selain pembiayaan kepada masyarakat untuk memperluas perolehan converter kit, lanjutnya, perbankan juga diminta untuk terus melakukan pembiayaan dalam mendukung lebih banyak pembangunan SPBG.
Terkait dengan converter kit, pemerintah masih akan mengutamakan produk dalam negeri. Kendati demikian pemerintah membuka peluang untuk melakukan impor, bila pasokan konverter kit di dalam negeri tidak mencukupi.
“Kita impor untuk menyukseskan, tapi kita buat dalam negeri dulu. Ini harus disuskeskan, nanti akan ditetapkan suku bunganya,” tandas Hatta.
Tidak ketinggalan, ia juga menegaskan, dengan program pembatasan BBM subsidi tersebut dinilai membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak membengkak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Sebelumnya, pemerintah mengatakan akan terus melakukan sosialisasi pembatasan penggunaan BBM subsidi. Salah satu contoh sosialisasi adalah dengan terus mempromosikan LGV (liquid gas vehicle) atau kendaraan dengan menggunakan bahan bakar gas cair yang dalam pelaksanaannya membutuhkan converter kit.
“Sosialisasi kita lakukan dari sekarang, secara bertahap kita harap bisa meningkatkan penggunaan BBG lewat LGV. Infrastruktur bertahap bukan main sulap itu. Untuk converter kit itu juga bertahap, pelat kuning dikasih converter dulu,” terang Hatta. (*)

Sumber : Infobank

Kinerja Perbankan 2012 Diprediksi Lebih Rendah dari 2011

Perbankan diminta untuk melakukan efisiensi agar tetap bisa bertahan, karena tahun ini keuntungan perbankan diyakini akan tergerus akibat penurunan suku bunga. Dwitya Putra
Jakarta–Besarnya potensi investasi yang akan masuk ke Indonesia diyakini akan kontra produktif terhadap kinerja sektor perbankan nasional. Pengamat perbankan dari Universitas Atma Jaya,  Jakarta, A. Prasetyantoko mengatakan, hal ini lantaran aliran dana investasi yang masuk terus menekan tingkat suku bunga ke level terendah, sehingga akan memangkas potensi keuntungan yang dapat dinikmati oleh kalangan perbankan.
“Makin besar dana (investasi) yang masuk, maka suku bunga akan turun. Tingkat deposito saja sudah turun. Saya pikir keuntungan perbankan akan teru terpangkas. Kalau konteksnya untuk ekonomi nasional, ini bagus demi meningkatkan efisiensi perbankan,” kata Prasetyantoko kepada wartawan, di Jakarta, Rabu, 11 Januari 2012.
Namun, ia mengakui, untuk industri perbankan sendiri, hal tersebut akan berpotensi mereduksi pertumbuhan yang akan terjadi di tahun ini. Dengan perkiraan tersebut, Prasetyantoko menilai, perkembangan industri perbankan ke depan bakal tumbuh lebih rendah dibanding pada 2011.
Seberapa besar tingkat kelandaian tersebut, pelaku perbankan sendiri yang akan menjadi penentunya, seperti melakukan efisiensi. “Perbankan tetap akan tumbuh, namun tidak akan sekencang tahun lalu. Tergantung pelakunya sendiri. Seberapa besar mereka bisa melakukan efisiensi. Dengan begitu posisi NIM bisa dipertahankan,” pungkas Prasetyantoko. (*)

Sumber : Infobank 

BI Prediksi Pembatasan BBM Subsidi Naikkan Inflasi Sampai 0,94%

Rencana pemerintah membatasi penggunaan BBM subsidi dinilai Bank Indonesia akan menaikkan angka inflasi 0,72-0,94% di tahun 20112, sehingga secara keseluruhan tingkat inflasi masih sesuai target di level 4,5% plus minus 1%. Paulus Yoga
Jakarta–Bank Indonesia (BI) menilai, tingkat inflasi akan bertambah 0,72% sampai 0,94% dengan diberlakukannya kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerinrah pada April 2012.
“Itu tanpa ada pembatasan BBM itu sasaran inflasi 4,5% bisa, tapi dengan adanya pembatasan BBM itu kita perkirakan jadi 5,2-5,4%,” tukas Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta, Kamis, 12 Januari 2012.
Ia menjelaskan, menurut hasil hitung-hitungan kenaikan inflasi sekitar 0,72-0,94% seiring dengan meningkatnya pengeluaran masyarakat yang melakukan peralihan dari premium ke pertamax.
“Kita memahami pembatasan subsidi itu, bahwa kendaraan mobil milik pribadi itu tidak akan diizinkan membeli premium, yang boleh adalah angkutan umum,” tandasnya.
Seperti diketahui, pada April 2012, pemerintah berencana membatasi penggunaan BBM bersubsidi hanya untuk angkutan umum dan kendaraan bermotor agar APBN tidak membengkak, mengingat konsumsi BBM yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor. (*)

Sumber : Infobank

BI Rate Tetap 6,0%

No. 14/ 1 /PSHM/Humas
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12 Januari 2012 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,0%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi ke depan, upaya menjaga stabilitas sistem keuangan serta tetap kondusif dalam mendukung ekspansi ekonomi domestik di tengah ketidakpastian perekonomian global. Selama tahun 2011, perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang menggembirakan dengan tingkat inflasi yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang meningkat, nilai tukar Rupiah yang stabil, dan stabilitas sistem keuangan yang terjaga. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mewaspadai risiko memburuknya perekonomian global. Di sisi kebijakan, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Dewan Gubernur meyakini bahwa penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang bersifat counter-cyclical sangat diperlukan dalam pengelolaan makroekonomi secara keseluruhan serta untuk membawa inflasi pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5%±1% pada tahun 2012 dan 2013.
Dewan Gubernur mencatat bahwa kinerja ekonomi dan keuangan global masih terus melemah seiring masih berlarutnya krisis di Eropa. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan lebih rendah dengan konsumsi di negera-negara maju cenderung stagnan dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal ini berdampak pada menurunnya kinerja ekspor negara-negara berkembang. Sementara itu, pasar keuangan global masih bergejolak dengan berlarutnya penyelesaian krisis di Eropa sehingga likuiditas di pasar keuangan masih cenderung ketat dengan risiko yang meningkat. Selain itu, pasar keuangan global juga dibayangi ancaman penurunan rating di sejumlah negara Eropa yang memicu munculnya sentimen negatif. Di sisi harga, tekanan inflasi global cenderung menurun seiring dengan tren penurunan harga komoditas internasional. Dengan perkembangan tersebut, untuk mengantisipasi dampak melemahnya ekonomi global di tengah inflasi yang cenderung mereda, respon kebijakan moneter global cenderung akomodatif.
Di sisi domestik, Dewan Gubernur meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 cukup kuat seiring dengan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2011 diprakirakan sebesar 6,5%, didukung oleh konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih kuat serta masih terjaganya kinerja ekspor meskipun sedikit melambat. Secara keseluruhan tahun 2011, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan mencapai 6,5%, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 6,1%. Dari sisi produksi, sektor-sektor yang diperkirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri, sektor transportasi dan komunikasi, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada tahun 2011 masih mencatat surplus yang cukup besar meski menghadapi tekanan pada semester II-2011. Tekanan tersebut terutama terjadi pada transaksi modal dan finansial sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan dan ekonomi global. Selain itu, transaksi berjalan pada triwulan IV-2011 juga mulai mengalami tekanan sejalan dengan meningkatnya impor di penghujung tahun. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir Desember 2011 mencapai 110,1 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Nilai tukar Rupiah selama tahun 2011 secara rata-rata mengalami apresiasi 3,56% dibandingkan rata-rata 2010. Tekanan depresiasi terjadi pada semester kedua disebabkan oleh persepsi risiko yang memburuk akibat krisis Eropa. Selain itu, tingginya permintaan valuta asing untuk kebutuhan domestik, antara lain dengan meningkatnya kebutuhan impor, juga turut memberikan tekanan depresiasi pada Rupiah di semester kedua. Bank Indonesia telah menempuh berbagai langkah kebijakan untuk membatasi tekanan terhadap nilai tukar Rupiah sehingga tetap sejalan dengan fundamental maupun daya saing mata uang di kawasan. Untuk menjaga keseimbangan pasar domestik, Bank Indonesia terus memonitor perkembangan nilai tukar Rupiah dan memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan valas.
Inflasi tahun 2011 mencapai 3,79%, menurun tajam dibandingkan inflasi tahun 2010 (6,96%) sehingga sedikit lebih rendah dari sasarannya sebesar 5%±1% (yoy). Pencapaian tingkat inflasi yang cukup rendah tersebut didukung oleh relatif stabilnya inflasi inti, rendahnya inflasi bahan pangan, dan minimnya inflasi administered prices. Inflasi inti yang stabil didukung oleh kebijakan moneter dan nilai tukar dalam mengendalikan permintaan, tekanan inflasi dari barang impor, serta ekspektasi inflasi. Di sisi lain, rendahnya inflasi bahan pangan didukung oleh kebijakan Pemerintah dalam menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi serta stabilisasi harga pangan. Sementara itu, kebijakan fiskal terkait subsidi energi berdampak pada minimnya inflasi administered prices. Sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah dalam meredam inflasi tersebut juga tidak terlepas dari koordinasi yang semakin baik, yang antara lain dilakukan melalui forum TPI (Tim Pengendalian Inflasi ) dan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah).
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga yang disertai terus membaiknya fungsi intermediasi perbankan. Didukung oleh berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia, industri perbankan semakin solid, sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, intermediasi perbankan juga semakin membaik, tercermin dari pertumbuhan kredit yang hingga akhir November 2011 mencapai 26,0% (yoy), di mana kredit investasi, modal kerja, dan konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 36,0% (yoy), 22,2% (yoy), dan 26,0% (yoy).
Ke depan, Dewan Gubernur meyakini prospek ekonomi Indonesia masih cukup kuat walaupun di tengah ketidakpastian perekonomian global. Pada triwulan I-2012, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan mencapai 6,5%, ditopang investasi dan konsumsi rumah tangga yang tetap kuat. Peningkatan peringkat utang Indonesia menjadi investment grade diharapkan akan semakin memperkuat investasi ke depan. Sementara itu, ekspor diprakirakan tetap tumbuh meskipun melambat sejalan dengan melemahnya ekonomi global. Secara keseluruhan tahun 2012, pertumbuhan ekonomi domestik diprakirakan pada kisaran 6,3%-6,7% dan akan terakselerasi ke kisaran 6,4%-6,8% pada 2013 seiring membaiknya ekonomi global. Di sisi harga, Dewan Gubernur memperkirakan inflasi pada 2012 dan 2013 akan tetap dapat dikendalikan pada kisaran sasarannya, yaitu 4,5%±1%.
Dewan Gubernur akan terus mewaspadai beberapa faktor risiko terhadap keseimbangan ekonomi makro Indonesia, termasuk perkembangan ekonomi global yang masih diliputi oleh ketidakpastian yang tinggi, terutama terkait dengan berlarut-larutnya penyelesaian krisis di kawasan Eropa. Bank Indonesia akan terus berupaya untuk mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian, menjaga stabilitas pasar keuangan, dan memitigasi dampak perlambatan ekonomi global, dengan senantiasa menjangkar ekspektasi inflasi ke depan ke arah sasarannya. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan melalui respon kebijakan suku bunga, kebijakan nilai tukar, kebijakan makroprudensial dalam rangka pengelolaan capital flows, kebijakan makroprudensial dalam rangka pengelolaan likuiditas, dan koordinasi kebijakan bersama Pemerintah.
Laporan lengkap mengenai pembahasan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2012 yang memuat perkembangan makroekonomi dan kebijakan moneter dapat dilihat dalam Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) di Website Bank Indonesia.

Jakarta, 12 Januari 2012 
Biro Hubungan Masyarakat


Difi A. JohansyahKepala Biro

Sumber : Bank Indonesia

Rabu, 04 Januari 2012

BI Beri Bantuan Edukasi Keuangan dan Perbankan

Pelaksanaan edukasi di bidang perbankan ini merupakan bagian upaya BI dalam meningkatkan perlindungan nasabah yang merupakan bagian dari Pilar 6 API. Angga Bratadharma
Jakarta–Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyerahkan alat bantu ajar dan media ekstrakurikuler dalam rangka mendukung pelaksanaan integrasi edukasi keuangan ke dalam kurikulum mata pelajaran IPS untuk SD dan SMP. Dalam menjalin kerja sama ini, kedua lembaga ini didukung Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
“Bank Indonesia berharap dengan tersedianya alat bantu ajar dan media ekstrakurikuler, maka pengenalan mengenai edukasi keuangan dan perbankan dapat diterima anak didik dengan rasa senang dan menumbuhkan kreativitas ke depan”, ujar Gubernur BI Darmin Nasution, di Komplek BI, Jakarta, Kamis 29 Desember 2011.
Selain itu, BI juga bekerja sama dengan Rumah Cerdas Kak Seto dan Kelompok Kerja Edukasi Masyarakat Bidang Perbankan, yang memberi penjelasan mengenai uang, bilyet, formulir bank, buku saku dan lembar kerja siswa.
Dalam kesempatan ini, BI menyelenggarakan pelatihan kepada guru untuk materi edukasi perbankan, perencanaan keuangan dan keterampilan mengajar pada 28-29 Desember 2011
Pelaksanaan edukasi di bidang perbankan ini merupakan bagian upaya BI dalam meningkatkan perlindungan nasabah yang merupakan bagian dari Pilar 6 Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
“Salah satu bentuk program edukasi keuangan dimaksud adalah menumbuhkan budaya menabung sedari usia dini”, tukas Darmin ketika berdialog dengan 250 guru, kepala sekolah dan dinas pendidikan daerah.
Darmin berharap, dengan memberikan pengetahuan akan keuangan umumnya dan menabung khususnya sedari dini dan berkelanjutan, diharapkan dapat meningkatkan literacy masyarakat dalam jangka menengah dan panjang.
“BI juga meminta kepada perbankan agar menggunakan dana CSR untuk memiliki program khusus pelaksanaan edukasi keuangan kepada siswa sekolah sehingga ke depan mereka lebih mengetahui manfaatnya, memahami risikonya dan memperhatikan biayanya ketika memanfaatkan produk perbankan”, pungkas Darmin. (*)

Sumber : Infobank

BI: 50% Masyarakat Tidak Tersentuh Perbankan

BI akan mendukung program gerakan menabung sedari dini, karena menabung merupakan kegiatan yang dapat memberi keuntungan, baik masyarakat itu sendiri maupun kepada pemerintah. Angga Bratadharma
Jakarta–Bank Indonesia (BI) mencatat, masyarakat Indonesia hanya 50% yang sudah tersentuh dunia perbankan. Akhirnya, banyak dari masyarakat kita yang tidak tersentuh mengenai perbankan dan keuangan, khususnya program menabung sedari dini.
“Sebanyak 50% masyarakat kita belum tersentuh perbankan, khususnya program menabung”, ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution, pada acara Training for Trainers Pendidikan Keuangan dan Perbankan Kepada Para Pendidik, di gedung BI, Jakarta, Kamis 29 Desember 2011.
Menurut salah satu guru SD yang berasal dari Banjarmasin, masih adanya masyarakat yang belum tersentuh perbankan, khususnya menabung sedari dini, dikarenakan belum meratanya kesejahteraan dan informasi kepada masyarakat luas, tertuama di daerah terpencil.
“Menurut saya, itu (program menabung sedari dini) dikarenakan belum meratanya informasi di daerah terpencil”, tukas perwakilan Guru dari Banjarmasin kepada Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution dan Menteri Pendidikan Moh Nuh dalam acara tanya jawab pada kegiatan Training for Traine tersebut.
Karena itu, BI akan mendukung program gerakan menabung sedari dini, karena menabung merupakan kegiatan yang dapat memberi keuntungan, baik masyarakat itu sendiri maupun kepada pemerintah.
“Dalam kegiatan ini, saya harap para pendidik yang hadir dalam acara ini mampu mengedukasi tentang pentingnya menabung”, tutur Darmin.
Darmin menuturkan, kegiatan Training for Trainer ini diharap mampu mencetak para pelaku didik yang berkompeten dan mengenal lebih baik lagi mengenai edukasi Perbankan dan Keuangan sehingga bisa memperkenalkan para siswa SD dan SMP mengenai dunia Perbankan, khususnya mengajak menabung sedari dini
“Saya harap, pogram ayo menabung ini bisa memperkenalkan masyarakat mengenai dunia perbankan dan sekaligus meningkatkan taraf hidup orang banyak,” tutup Darmin. (*)

Sumber : Infobank

Agar Konsumen Loyal di Era Ledakan Informasi

Karakter umum para pelanggan dewasa ini adalah mereka ingin diperlakukan sebagaimana dirinya (personalized) dan tidak mau menerima perlakukan standar yang umum. Kristianus Yulianto
Makin hari tugas departemen marketing makin menantang karena begitu dinamisnya persaingan. Itu semua terjadi karena saat ini begitu berkembangnya teknologi informasi (TI) sehingga persaingan memperebutkan pelanggan jadi makin “keras” dan “kejam”.
Begitu populernya internet, khususnya media sosial seperti Twitter dan Facebook, di Indonesia menjadi penyebab terjadinya ledakan jumlah informasi. Orang dapat dengan mudah mendapatkan informasi mengenai produk serta pembandingnya.
Jika bingung, cukup menulis status di Facebook, “Saya tertarik untuk membeli produk X, tetapi ragu, please advise!” Tidak perlu waktu bermenit-menit untuk mendapatkan berpuluh-puluh masukan dari para anggota komunitas.
Demikian mudah dan banyak tersedianya informasi yang dibutuhkan membuat posisi orang makin baik dalam mengambil keputusan dan menjadikan mereka sadar bahwa mereka adalah seseorang yang punya “bargaining power”, yang bisa menentukan untuk “ya” atau “tidak” ataupun berpindah dari satu pilihan ke pilihan lain.
Customer Relationship Management yang Cerdas
Menghadapi situasi terkini yang sarat dengan kompetisi, semua perusahaan pasti sepakat untuk menerapkan inisiatif customer relationship management (CRM) yang cerdas atau lebih dikenal dengan customer intelligence (CI). CI adalah strategi CRM yang lebih targeted—tidak melakukan promosi secara membabi buta—karena interaksi dengan pelanggan dilakukan secara lebih fokus dan sesuai dengan karakter/perilaku transaksinya.
Hal itu akan menyebabkan respons rate lebih tinggi, meski biaya marketing yang dipergunakan lebih rendah. Untuk memungkinkan itu, sebuah solusi CI yang baik harus mencakup hal-hal berikut.
Satu, memiliki data pelanggan dan catatan transaksinya. Agar dapat memahami dan memperkirakan perilaku pelanggan dalam bertransaksi, hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami karakter, perilaku, tingkat keuntungan yang dihasilkan pelanggan (life time value), serta tingkat risikonya. Semua itu dapat diperoleh dari data pelanggan dan catatan transaksinya.
Dua, dapat berinteraksi dengan pelanggan secara khusus. Karakter umum para pelanggan dewasa ini adalah mereka ingin diperlakukan sebagaimana dirinya (personalized) dan tidak mau menerima perlakukan standar yang umum.
Hal itu memungkinkan dengan tersedianya fasilitas untuk memetakan perilaku dan kelompok pelanggan dengan menggunakan perangkat data mining. Perangkat data mining yang andal dapat dengan mudah memetakan perilaku pelanggan (high value, medium value, atau low value) dan memprediksi kecenderungannya (untuk cross-sell, up-sell, atau berpindah ke produk lain).
Tiga, monitoring pencapaian dan peningkatan kinerja. Sebuah organisasi pemasaran yang efektif dan efisien harus mudah melakukan “penyesuaian-penyesuaian” dicocokkan dengan situasi lapangan. Untuk itu, tersedianya sebuah sistem pelaporan serta indikator-indikator kinerja, seperti “respons rate” dan “life time value”, yang mudah dipahami menjadi mutlak agar para pengambil keputusan bisa dengan cepat mengambil langkah-langkah penyesuaian terhadap model perilaku pelanggan dan program-program marketing yang ada.
Tantangan
CI adalah sebuah strategi marketing berbasis TI yang andal. Agar berhasil dalam implementasinya, perhatikan dua hal berikut. Satu, kurang tersedianya data dalam bentuk elektronik dalam kualitas yang baik menjadikan tidak akuratnya pemahaman. Bahkan, tak jarang menyebabkan model perilakunya jadi salah.
Dua, tidak tersedianya sebuah ”analytically driven marketing”. Inilah tantangan terberat yang ada. Tak banyak perusahaan yang memiliki tim marketing analytics. Tidak hanya karena memang tak mudah menguasai dasar-dasar keilmuannya dan data yang diperlukan, tetapi juga karena gaya marketing yang lebih percaya pada intuisi ketimbang data. Sudah siapkah perusahaan Anda menerapkan CI? (*)

Penulis adalah praktisi di bidang teknologi informasi. 

Sumber : Infobank

Pemerintah Patok Inflasi 2012 Tidak Melebih 5,3%

Pemerintah tidak bisa dengan mudah melakukan perubahan atau merevisi target-target inflasi meski diproyeksikan kondisi ekonomi ke depan bakal lebih baik. Hal ini dikarenakan berhubungan dengan politik anggaran. Dwitya Putra
Jakarta–Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo menegaskan, pemerintah tetap pada keputusan sebelumnya untuk mematok target inflasi maksimal 5,3%, meski melihat kondisi Indonesia 2012 bisa lebih baik.
“Kita optimis inflasi maksimal 5,3%. Namun, kita berupaya bisa lebih rendah dari itu,” kata Agus, saat ditemui wartawan, di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Senin, 2 Januari 2012.
Menurut Agus, untuk mendorong hal tersebut, pemerintah akan terus berkodinasi dari segi moneter dan fiskal serta daerah untuk menjaga inflasi tetap lebih rendah.
Saat ini, lanjutnya, pemerintah tidak bisa dengan mudah melakukan perubahan atau merevisi target-target inflasi meski diproyeksikan kondisi ekonomi ke depan bakal lebih baik. Hal ini dikarenakan berhubungan dengan politik anggaran.
“Kalau World Bank dan lain-lain bisa, kalau pemerintah tidak bisa,” tegasnya.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi secara keseluruhan sepanjang 2011 sebesar 3,79% atau di bawah target pemerintah yang sebesar 5,65%.
Sementara komponen inti tahun kalender (Januari–Desember) 2011 dan laju inflasi komponen inti year on year (Desember 2011 terhadap Desember 2010) masing-masing sebesar 4,34%. (*)

Sumber : Infobank

Inflasi 2011 Momentum Tinjau BI Rate dan Suku Bunga Penjaminan LPS

Kebijakan BI dan LPS untuk menurunkan suku bunga acuan dan suku bunga penjaminan sangat penting untuk mendorong perbankan menurunkan suku bunga kredit dan membentuk ekspektasi inflasi ke depan semakin rendah. Angga Bratadharma
Jakarta–Anggota Komisi XI DPR Kemal Azis Stamboel menilai, inflasi 2011 yang rendah hanya sebesar 3,79% menjadi peluang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan BI Rate dan juga Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) untuk menurunkan suku bunga penjaminan.
“Ruang bagi BI dan LPS semakin besar untuk menurunkan suku bunga acuan dan penjaminan,” ujar Kemal, dalam keterangan pers-nya, di Jakarta, Senin, 2 Januari 2012.
Menurutnya, penurunan sebelumnya secara umum juga sudah diikuti kalangan perbankan. Kalau Januari ini BI dan LPS menurunkan lagi tentu akan menjadi kado awal tahun yang baik bagi dunia usaha dan perekonomian nasional.
“Hal ini tentunya juga sejalan dengan tren inflasi triwulan pertama yang rendah dan juga target inflasi tahun 2012 yang 5,3 persen”, ujar Kemal.
Kemal mengatakan, kebijakan BI dan LPS untuk menurunkan suku bunga acuan dan suku bunga penjaminan sangat penting untuk mendorong perbankan menurunkan suku bunga kredit dan membentuk ekspektasi inflasi ke depan semakin rendah.
Sementara, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada Desember sebesar 0,57%, sehingga inflasi secara keseluruhan sepanjang 2011 sebesar 3,79% atau lebih rendah target pemerintah yang sebesar 5,65%.
Bahkan, selama Desember, penyumbang inflasi terbesar adalah bahan makanan yang naik 0,37%, dengan andil ke inflasi 1,62%. Andil inflasi bahan makanan selama tahun 2011 mencapai 0,84%. Angka itu turun dibandingkan andil bahan makanan terhadap inflasi selama tahun 20110 yang sebesar 3,5%.
“Kita harapkan ini akan efektif mendorong suku bunga kredit agar segera turun dari rata-rata mengarah ke 7%-8%. Tentu kalau ini berhasil akan mendorong permintaan domestik, dan akan mengakselerasi perekonomian nasional dan sektor riil ditengah resesi global”, tambah kemal. (*)

Sumber : Infobank