Jumat, 16 Maret 2012

Akhirnya, BI Rilis Aturan LTV KPR dan DP KKBI

Setelah cukup lama berembuk dengan Bapepam-LK, terkait pembiayaan di sektor properti dan otomotif. Dalam menjaga KPR dan KKB tetap sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan tidak menimbulkan bubble ekonomi, Bank Indonesia memperketat aturan dengan menentukan besaran tertentu untuk LTV KPR dan DP KKB. Paulus Yoga

Jakarta–Bank Indonesia (BI) resmi merilis aturan menyangkut loan to value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR) dan down payment (DP) kredit kendaraan bermotor (KKB) dalam menjaga kucuran kredit di dua sektor tersebut jauh dari bubble ekonomi.
Sebagaimana dimuat dalam situs BI di Jakarta, Jumat, 16 Maret 2012, aturan tersebut tercantum dalam Surat Edaran Ekstern Nomor 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor.
Dalam aturan tersebut, bank sentral menjelaskan, bahwa LTV paling tinggi 70% untuk KPR dengan kriteria tipe bangunan di atas 70 m2. Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah.
Sementara untuk pengaturan uang muka kredit atau Down Payment (DP) pada KKB mencakup beberapa hal sebagai berikut:
- DP paling kurang 25% untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua.
- DP paling kurang 30% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan non produktif.
- DP paling kurang 20% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif.
Khusus untuk keperluan produktif, BI menyatakan harus memenuhi syarat, yakni merupakan kendaraan angkutan orang atau barang yang memiliki izin yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu.
Bank sentral menegaskan, rasio LTV KPR dan besaran DP KKB dapat disesuaikan dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia.
Adapun SE ini mulai berlaku pada 15 Maret 2012, sedangkan ketentuan mengenai besaran LTV KPR dan DP KKB mulai berlaku pada 15 Juni 2012.
Besaran LTV KPR dan DP KKB, sebagaimana diatur dalam SE tersebut, tidak berlaku untuk kredit yang sudah mendapat persetujuan Bank sebelum berlakunya Surat Edaran tersebut.
Bank sentral menilai, perlunya aturan yang ketat untuk pembiayaan atau kucuran KPR dan KKB, dilakukan dalam meningkatkan kehati-hatian atau manajemen risiko.
Dari sudut pandang makroprudensial, jelas BI, pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan Risiko Kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang besar.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut akan dikenakan sanksi sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, antara lain berupa:
- Teguran tertulis.
- Penurunan tingkat kesehatan Bank.
- Pembekuan kegiatan usaha tertentu.
- Pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. (*)

Sumber : Infobank

Tidak ada komentar:

Posting Komentar