Rabu, 18 April 2012

BI Rate Tetap 5,75%

No. 14/7/PSHM/Humas
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 12 April 2012 memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 5,75%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih konsisten dengan tekanan inflasi dari sisi fundamental ke depan yang diperkirakan masih relatif terkendali. Meskipun demikian, Bank Indonesia mewaspadai risiko dapat meningkatnya tekanan inflasi secara temporer ke depan dari kemungkinan adanya kebijakan terkait BBM yang ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia akan mengambil langkah kebijakan yang diperlukan untuk mengantisipasi dampak inflasi jangka pendek tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia akan melanjutkan penguatan operasi moneter dan kebijakan makroprudensial, dengan tetap menjaga konsistensi kebijakan suku bunga dengan prakiraan makroekonomi ke depan. Dengan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta koordinasi kebijakan dengan Pemerintah baik melalui forum Tim Pengendalian Inflasi di tingkat pusat (TPI) maupun Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Bank Indonesia meyakini dapat membawa inflasi tahun 2013 menuju kisaran 4,5% ± 1%.
Dewan Gubernur berpandangan bahwa perekonomian global masih diliputi oleh ketidakpastian yang tinggi. Meskipun perekonomian AS mulai mengindikasikan perbaikan, pemulihan ekonomi di kawasan Eropa masih terkendala oleh penyelesaian krisis yang sedang berlangsung sementara terdapat indikasi perlambatan ekonomi di China dan India. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan berdampak pada penurunan lebih lanjut kinerja ekspor negara-negara emerging markets, termasuk Indonesia. Sementara itu, tekanan inflasi global masih relatif rendah sehingga negara-negara maju masih melanjutkan kebijakan akomodatif meskipun dengan ruang gerak yang semakin terbatas. Namun, peningkatan harga komoditas global, khususnya harga minyak, telah meningkatkan tekanan inflasi yang dapat mendorong penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat di negara-negara emerging markets. Dengan ketidakpastian perekonomian global dan tingginya harga komoditas, volatilitas arus masuk modal asing ke negara-negara emerging markets diperkirakan masih akan berlanjut.
Dewan Gubernur memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan relatif tinggi di tengah risiko perlambatan ekonomi dunia tersebut dan kemungkinan ditempuhnya kebijakan Pemerintah terkait dengan BBM. Pada triwulan II-2012 pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai 6,4%, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan prakiraan pertumbuhan untuk triwulan I-2012 sebesar 6,5%. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan masih dapat mencapai kisaran 6,3-6,7% pada tahun 2012 dan meningkat menjadi sekitar 6,4-6,8% pada tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, di tengah perlambatan ekonomi global tersebut, terutama ditopang oleh kuatnya permintaan domestik dengan konsumsi yang masih kuat dan peran investasi yang semakin meningkat. Penimbangan risiko (balance of risks) untuk tahun 2012 menunjukkan pertumbuhan cenderung bias ke bawah baik karena dampak perlambatan perekonomian global maupun kemungkinan adanya kebijakan terkait BBM oleh Pemerintah, apabila tidak ditempuh langkah-langkah stimulus khususnya dari kebijakan fiskal. Secara sektoral, seluruh sektor ekonomi diprakirakan masih akan tumbuh cukup tinggi, dengan pertumbuhan tertinggi pada sektor transportasi dan komunikasi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor bangunan.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada tahun 2012 diprakirakan akan mencatat surplus yang lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan surplus neraca pembayaran terutama disebabkan oleh defisit transaksi berjalan yang lebih besar karena melambatnya ekspor sejalan dengan perlambatan permintaan dunia di tengah impor yang terus meningkat seiring dengan kuatnya permintaan domestik dan tingginya konsumsi BBM. Di sisi lain, transaksi modal dan keuangan diprakirakan masih mengalami surplus yang cukup besar ditopang oleh aliran investasi langsung dan portofolio. Sementara itu, cadangan devisa sampai dengan akhir Maret 2012 masih cukup besar, mencapai 110,5 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Pergerakan nilai tukar Rupiah selama triwulan I-2012 mengalami pelemahan. Rupiah secara point-to-point melemah sebesar 0,83%(qtq) ke level Rp9.144 per dolar AS atau secara rata-rata melemah 1,03% (qtq) menjadi Rp9.066 per dolar AS. Pelemahan tersebut diikuti dengan volatilitas yang meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tekanan terhadap Rupiah antara lain berasal dari penyesuaian portofolio investor asing akibat pengaruh sentimen global dan ekspektasi inflasi yang meningkat di dalam negeri, di samping permintaan valas yang cenderung meningkat seiring dengan kuatnya impor, termasuk impor migas untuk konsumsi BBM di dalam negeri. Dengan langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah yang ditempuh Bank Indonesia baik melalui intervensi di pasar valas maupun pembelian SBN dari pasar sekunder, stabilitas pergerakan nilai tukar Rupiah secara keseluruhan masih tetap terjaga.
Di sisi harga, inflasi masih terkendali meskipun terdapat risiko peningkatan tekanan inflasi ke depan. Inflasi IHK pada triwulan I-2012 tercatat 0,88% (qtq) sehingga secara tahunan tercatat sebesar 3,97% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, inflasi inti masih cenderung terkendali dan berada pada level yang relatif rendah (4,25%, yoy). Sumber tekanan inflasi antara lain berasal dari rendahnya deflasi kelompok bahan pangan meskipun telah memasuki masa panen raya. Sementara itu, inflasi administered prices relatif rendah seiring dengan tidak adanya perubahan kebijakan dibidang harga komoditas strategis. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mewaspadai risiko meningkatnya ekspektasi inflasi terutama yang terkait kemungkinan kebijakan BBM yang ditempuh oleh Pemerintah.
Stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dan disertai dengan fungsi intermediasi yang semakin baik dalam mendukung pembiayaan perekonomian. Industri perbankan menunjukkan kinerja yang semakin solid sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, intermediasi perbankan juga terus membaik, tercermin dari pertumbuhan kredit yang hingga akhir Februari 2012 mencapai 24,2% (yoy). Kredit investasi tumbuh cukup tinggi, sebesar 33,2% (yoy), dan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas perekonomian. Sementara itu, kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 23,4% (yoy) dan 19,6% (yoy).
Ke depan, Dewan Gubernur akan mencermati dampak dari kemungkinan kebijakan Pemerintah terkait dengan BBM dan risiko perlambatan ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia. Apabila kebijakan BBM tersebut ditempuh Pemerintah, Bank Indonesia tetap meyakini bahwa dampaknya terhadap inflasi akan bersifat temporer (one-time shock). Meskipun demikian, Bank Indonesia akan mengoptimalkan berbagai kebijakan yang diperlukan untuk meminimalkan dampak temporer inflasi tersebut dan mengendalikan tekanan inflasi ke depan sesuai kondisi fundamental agar berada dalam sasarannya. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh selama ini. Respon kebijakan suku bunga tetap diarahkan untuk mengendalikan tekanan inflasi dari sisi fundamental sesuai prakiraan makroekonomi ke depan. Sementara itu, untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam jangka pendek yang bersifat temporer, kebijakan difokuskan pada penguatan operasi moneter dan pengendalian ekses likuiditas secara terukur. Disamping itu, koordinasi dengan Pemerintah akan terus diperkuat, baik dengan Pemerintah Pusat melalui forum TPI maupun dengan Pemerintah daerah melalui forum TPID.
Laporan lengkap mengenai pembahasan Rapat Dewan Gubernur (RDG) April 2012 yang memuat perkembangan makroekonomi, kebijakan moneter, dan prospek 2012-2013 dapat dilihat dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM)

Jakarta, 12 April 2012
 
Departemen Perencanaan Strategis
dan Hubungan Masyarakat
Dody Budi Waluyo
Kepala Departemen



Tidak ada komentar:

Posting Komentar