Rabu, 18 April 2012

Tenaga Dalam BRI di Micro Banking

BRI makin tak terkejar sebagai raja mikro meski pesaing-pesaingnya makin agresif dan terus mengerubuti. Kuncinya, mengader bankir-bankir loyal yang tahan bajak. Seperti apa? Darto Wiryosukarto
Gurihnya  pasar di segmen kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) makin menarik minat bank-bank untuk masuk pasar tersebut. Meski pertumbuhan kredit UMKM tahun lalu terlihat kecil karena adanya perubahan pencatatan kredit yang mengeluarkan data kredit konsumtif dari pelaporan UMKM sejak awal 2011, sektor ini tetap diburu.
Apalagi, bayang-bayang krisis ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat masih terus menghantui. Sektor ini pun diharapkan bisa menjadi tumpuan karena terbukti telah teruji saat menghadapi krisis. Makanya, sepanjang 2011 bank-bank tetap semangat menggarap segmen ini, meski hasil akhirnya tak merata. Sebagian bank pertumbuhannya pasif, sebagian yang lain (atau beberapa) melonjak tinggi.
Setidaknya, enam bank papan atas menguasai 20,3% pangsa pasar di segmen ini, yakni BRI, BNI, Bank Danamon, Bank Mandiri, Bank CIMB Niaga, dan Bank Bukopin (BBKP). BRI menjadi penyalur kredit terbesar dengan pangsa pasar 10,7%. BRI membukukan kredit Rp276,6 triliun, tumbuh 20,83% (year on year atau yoy). Kredit mikro, bagian dari UMKM, menjadi penggerak dengan kenaikan 32,6% menjadi Rp87,81 triliun.
Sofyan Basir, Direktur Utama BRI, mengakui, segmen mikro memang paling sehat meskipun non performing loan (NPL) gross di kisaran 3,344%. Dari segmen ini, setiap bulan BRI membukukan kredit sekitar Rp1,1 triliun hingga Rp1,2 triliun. Hal ini ditunjang oleh cluster kantor terbanyak yang menjadi nilai tambah BRI saat masuk level sangat mikro yang tidak dapat dimasuki bank umum lain atau bank asing.
Rata-rata kredit yang disalurkan BRI sekitar Rp6 juta per debitor dengan rata-rata kredit per debitor di bawah Rp20 juta. Makanya, BRI tetap konsisten menyalurkan kredit untuk segmen terbawah. Dari total 5,2 juta nasabah, sekitar 5,1 juta di antaranya mendapatkan kredit di bawah Rp20 juta. Kredit yang di atas Rp20 juta lebih sedikit, yaitu 63.000.
Lonjakan kredit mikro BRI tak lepas dari strategi perseroan menggandeng korporasi di kegiatan ekonomi hulu. Misalnya, selain kerja sama dengan perkebunan atau pertanian, BRI juga membiayai petani plasma dan distributornya. “Setiap kredit korporasi yang kami berikan juga menyentuh mitra,” ujar Sofyan Basir kepada Infobank, bulan lalu.
BNI juga meraup kenaikan menawan di segmen kredit UMKM. Dari target Rp29,5 triliun hingga akhir 2011, BNI sudah berhasil meraih Rp28,2 triliun pada Oktober. Pencapaian tersebut telah melampaui target pemberian kredit per Oktober 2010 yang mencapai Rp25,5 triliun.
“Jadi, year on year per Oktober 2011, dibandingkan dengan per Oktober 2010, ada peningkatan sekitar Rp3 triliun,” ujar Ronny Venir, Deputy General Manager Small Business Division BNI, kepada Infobank, beberapa waktu lalu.
Strategi BNI dalam mencapai target kredit UMKM pada 2011 salah satunya melalui linked program dengan koperasi dan BPR. Selain itu, menjalankan program pembiayaan inti plasma atau program bapak angkat. “Program inti plasma biasanya diberikan kepada kredit-kredit perdagangan,” katanya.
Bank Danamon, yang begitu gencar menjaring kredit UMKM melalui program Danamon Simpan Pinjam (DSP), juga membukukan pertumbuhan di atas rata-rata, yakni 30% atau senilai Rp29,76 triliun. Segmen ini memberikan kontribusi hingga 31% terhadap total kredit kuartal ketiga 2011 sebesar Rp97,4 triliun. Seperti halnya BNI, kredit ini juga mayoritas mengucur ke sektor perdagangan.
Bank Danamon sadar betul ketatnya persaingan di segmen ini, mengingat situasi ekonomi global yang tidak menentu. Diprediksi, pada tahun ini kredit korporasi akan berkurang. Meskipun begitu, bank yang mayoritas sahamnya dikuasai Asia Financial itu tak akan menurunkan bunga kredit mikronya untuk menjaring nasabah lebih banyak. Mereka masih cukup optimistis, dengan suku bunga dasar kredit sebesar 10%-11% masih bisa kompetitif.
BTPN, yang baru beberapa tahun ini fokus di pasar mikro, mencetak kenaikan kredit mikro 45% menjadi Rp6,1 triliun (yoy). Jika dihitung selama tahun ini saja atau secara year to date (ytd) tumbuh 32%. “Ini sangat membantu pencapaian kredit kuartal ketiga kami yang tumbuh 31%,” kata Eny Yuliati, Sekretaris Perusahaan BTPN.
Ketika raja-raja mikro meraup pertumbuhan di kisaran 30%, bank-bank papan menengah ke bawah harus cukup puas dengan pertumbuhan kredit UMKM rata-rata di bawah 20%. Tak heran, pertarungan sengit pun terjadi di tingkat bank-bank papan atas yang berambisi untuk memperbesar market share-nya.
Tak hanya berebut pasar, pertarungan yang lebih seru lagi justru terjadi dalam memperebutkan sumber daya manusia (SDM) spesialis bankir mikro. Penyebabnya, bank-bank yang baru fokus menggarap pasar mikro ingin secepatnya “tancap gas” sehingga berburu tenaga yang benar-benar siap menjaring kredit. Akhirnya, mereka menempuh jalan pintas: hijack alias membajak.
Empat tahun lalu, misalnya, ratusan bankir DSP Bank Danamon bermigrasi ke BTPN dan Bank Mega Syariah yang baru saja meluncurkan unit bisnis mikronya. BTPN mendirikan Mitra Usaha Rakyat (MUR), sementara Bank Mega Syariah mendirikan Mega Mitra Syariah (M2S). Kedua bank itu membutuhkan tenaga-tenaga siap pakai untuk menggenjot bisnis.
Tak berselang lama, sekitar dua tahun kemudian, giliran Bank Mega Syariah yang terkena bajak. Dari 4.000 karyawan, sekitar 1.000 orang hengkang ke bank lain, seperti BTPN dan Bank Pundi. Faktor remunerasi menjadi alasan utama
BRI, yang memiliki paling banyak karyawan mikro—karena pionir di segmen ini—tak kaget lagi jika ada karyawannya yang dibajak. Satu sisi, ada kebanggaan tersendiri karena SDM didikannya diakui bank lain. Namun, di lain sisi, mereka merasa sedih dan kehilangan karena harus mencari kembali penggantinya dan mulai mendidik kembali SDM baru. Makanya, selain memberi pembekalan teknis kepada calon karyawannya, manajemen BRI juga menekankan pentingnya value.
“Kita tanamakan, jangan pernah bangga kalau hanya bicara angka pada zamanmu. Kita harus berpikir jauh ke depan, 20 tahun ke depan. Kita harus bikin pondasinya hari ini. Makanya, saya bilang sama mereka, ‘Tolong di setiap titik kamu berada tinggalkan value itu’. Saya bangga kalau saya jadi sebutir pasir di rumah masa depan BRI,” tutur Sofyan.
Selain value, yang tak kalah penting tentu terkait dengan kesejahteraan. Apalagi, selama ini faktor remunerasi menjadi pendorong utama bankir pindah bank. Makanya, BRI memberi apresiasi kepada karyawannya yang memiliki komitmen. “Jika selama 30-35 tahun di BRI, saya katakan kepada mereka, kamu mengantarkan anak-anak kamu ke pelaminan dengan tanggung jawab BRI. Jadi, bukan nyekolahin saja,” tegasnya. (*)

Sumber : Infobank

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus