Minggu, 11 September 2011

Sudah Waktunya Bank Hati-Hati Memberikan Kredit

Risiko reputasi perlu diperhatikan selain persoalan ekspansi kredit dan efisiensi. Perilaku manajemen dan pengelolaan bank harus mengikuti prinsip pengelolaan yang benar. Tidak seperti musang berbulu domba. Kelihatan baik, tidak tahunya tukang melipat kredit. Sudah bukan zamannya lagi ada kredit fiktif karena sudah pasti ketahuan. Biro Riset Infobank
Akibat nila setitik dapat merusak susu sebelanga. Itulah peribahasa yang sering diungkapkan masyarakat. Akibat perilaku satu orang, rusak seluruh masyarakat. Hal itu juga berlaku di kalangan perbankan. Karena ulah Malinda Dee yang menggangsir dana nasabahnya, seluruh bank terkena hukuman. Seluruh bisnis wealth management dihentikan sementara.
Hari-hari ini bank-bank memang harus menjaga brankasnya agar tidak digangsir pencoleng yang bekerja sama dan menimbulkan risiko keuangan dan reputasi. Berikut adalah tips bagi para bankir bagaimana mempertahankan kinerja banknya agar tetap prima. Artinya, secara volume usaha meningkat dan secara rasio juga masih tetap menjanjikan.
Pertama, lakukan ekspansi kredit yang lebih besar. Laju pertumbuhan kredit pada triwulan pertama tahun ini tampak mengalir dengan cepat dan bank-bank seperti hendak membiarkan kreditnya mencair. Kenyataan ini tentu akan memengaruhi perolehan laba bank pada akhir 2011. Untuk itu, tak ada kata lain bagi bank yang hendak memperbaiki angka net interest margin (NIM), kecuali dengan menggenjot kredit dan menekan suku bunga dananya.
Namun, menyalurkan kredit harus tetap di jalur yang benar. Menggenjot kredit bukan berarti memberikan kredit secara serampangan tanpa kendali seperti masa sebelum krisis pada 1998. Pemberian kredit tetap dengan mekanisme dan pengawasan yang benar. Pasar konsumer dan komersial tetap menjanjikan. Nah, karena kredit konsumsi dan UMKM, maka risiko NPL bank pun tampak moderat.
Kedua, setelah melakukan ekspansi kredit, pertahankan likuiditas dan jaga komposisi dana yang lebih murah. Jangan lagi memberikan suku bunga terlampau tinggi karena akan menggerus margin bank. Bank-bank menengah kecil yang tidak mungkin dapat bersaing dengan bank-bank besar dalam mempertahankan dana murahnya perlu memakai strategi khusus untuk menjaringnya. Dana murah menjadi prioritas penting.
Jika bank masih sulit menurunkan biaya-biaya dana (cost of funds) seperti sulitnya bank-bank kecil menurunkan harga dana, tidak ada pilihan, bank harus mencari nasabah KW 2 yang belum didekati bank utama. Jangan takut bersaing jika biaya dana masih tinggi, asalkan dapat melempar kredit dengan bunga tinggi.
Ketiga, menjaga efisiensi agar dapat mempertahankan margin yang tebal. Jika dapat melakukan efisiensi, sekaligus akan dapat memperbaiki pos rentabilitas dan efisiensi berupa NIM yang tebal. Apalagi, jika benar BI hendak menertibkan NIM dan mengurangi beban biaya bonus direksi dan komisaris, maka unsur efisiensi menjadi sangat penting.
Keempat, menggali fee based income agar dapat meningkatkan laba dan sudah tentu bisa meningkatkan modal yang pada akhirnya bank mempunyai amunisi besar untuk ekspansi ke depan.
Selain keempat hal itu, seperti dalam mengelola kesehatan tubuh, gaya hidup kita tetap perlu dijaga, artinya perilaku manajemen dan pengelolaan bank harus mengikuti prinsip pengelolaan yang benar. Tidak seperti musang berbulu domba. Kelihatan baik, tidak tahunya tukang melipat kredit. Sudah bukan zamannya lagi ada kredit fiktif karena sudah pasti ketahuan, hanya tinggal waktu.
Di samping itu, direksi juga harus mengawasi karyawannya. Jangan sampai akibat ulah pimpinan cabang seperti yang terjadi pada Bank Mega, seluruh bank jadi repot dan pada akhirnya akan merusak kinerjanya. (*)

Sumber : www.infobanknews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar