Jumat, 13 Januari 2012

BI Rate Tetap 6,0%

No. 14/ 1 /PSHM/Humas
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12 Januari 2012 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,0%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi ke depan, upaya menjaga stabilitas sistem keuangan serta tetap kondusif dalam mendukung ekspansi ekonomi domestik di tengah ketidakpastian perekonomian global. Selama tahun 2011, perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang menggembirakan dengan tingkat inflasi yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang meningkat, nilai tukar Rupiah yang stabil, dan stabilitas sistem keuangan yang terjaga. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mewaspadai risiko memburuknya perekonomian global. Di sisi kebijakan, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Dewan Gubernur meyakini bahwa penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang bersifat counter-cyclical sangat diperlukan dalam pengelolaan makroekonomi secara keseluruhan serta untuk membawa inflasi pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5%±1% pada tahun 2012 dan 2013.
Dewan Gubernur mencatat bahwa kinerja ekonomi dan keuangan global masih terus melemah seiring masih berlarutnya krisis di Eropa. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan lebih rendah dengan konsumsi di negera-negara maju cenderung stagnan dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal ini berdampak pada menurunnya kinerja ekspor negara-negara berkembang. Sementara itu, pasar keuangan global masih bergejolak dengan berlarutnya penyelesaian krisis di Eropa sehingga likuiditas di pasar keuangan masih cenderung ketat dengan risiko yang meningkat. Selain itu, pasar keuangan global juga dibayangi ancaman penurunan rating di sejumlah negara Eropa yang memicu munculnya sentimen negatif. Di sisi harga, tekanan inflasi global cenderung menurun seiring dengan tren penurunan harga komoditas internasional. Dengan perkembangan tersebut, untuk mengantisipasi dampak melemahnya ekonomi global di tengah inflasi yang cenderung mereda, respon kebijakan moneter global cenderung akomodatif.
Di sisi domestik, Dewan Gubernur meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 cukup kuat seiring dengan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2011 diprakirakan sebesar 6,5%, didukung oleh konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih kuat serta masih terjaganya kinerja ekspor meskipun sedikit melambat. Secara keseluruhan tahun 2011, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan mencapai 6,5%, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 6,1%. Dari sisi produksi, sektor-sektor yang diperkirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri, sektor transportasi dan komunikasi, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada tahun 2011 masih mencatat surplus yang cukup besar meski menghadapi tekanan pada semester II-2011. Tekanan tersebut terutama terjadi pada transaksi modal dan finansial sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan dan ekonomi global. Selain itu, transaksi berjalan pada triwulan IV-2011 juga mulai mengalami tekanan sejalan dengan meningkatnya impor di penghujung tahun. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir Desember 2011 mencapai 110,1 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Nilai tukar Rupiah selama tahun 2011 secara rata-rata mengalami apresiasi 3,56% dibandingkan rata-rata 2010. Tekanan depresiasi terjadi pada semester kedua disebabkan oleh persepsi risiko yang memburuk akibat krisis Eropa. Selain itu, tingginya permintaan valuta asing untuk kebutuhan domestik, antara lain dengan meningkatnya kebutuhan impor, juga turut memberikan tekanan depresiasi pada Rupiah di semester kedua. Bank Indonesia telah menempuh berbagai langkah kebijakan untuk membatasi tekanan terhadap nilai tukar Rupiah sehingga tetap sejalan dengan fundamental maupun daya saing mata uang di kawasan. Untuk menjaga keseimbangan pasar domestik, Bank Indonesia terus memonitor perkembangan nilai tukar Rupiah dan memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan valas.
Inflasi tahun 2011 mencapai 3,79%, menurun tajam dibandingkan inflasi tahun 2010 (6,96%) sehingga sedikit lebih rendah dari sasarannya sebesar 5%±1% (yoy). Pencapaian tingkat inflasi yang cukup rendah tersebut didukung oleh relatif stabilnya inflasi inti, rendahnya inflasi bahan pangan, dan minimnya inflasi administered prices. Inflasi inti yang stabil didukung oleh kebijakan moneter dan nilai tukar dalam mengendalikan permintaan, tekanan inflasi dari barang impor, serta ekspektasi inflasi. Di sisi lain, rendahnya inflasi bahan pangan didukung oleh kebijakan Pemerintah dalam menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi serta stabilisasi harga pangan. Sementara itu, kebijakan fiskal terkait subsidi energi berdampak pada minimnya inflasi administered prices. Sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah dalam meredam inflasi tersebut juga tidak terlepas dari koordinasi yang semakin baik, yang antara lain dilakukan melalui forum TPI (Tim Pengendalian Inflasi ) dan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah).
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga yang disertai terus membaiknya fungsi intermediasi perbankan. Didukung oleh berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia, industri perbankan semakin solid, sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, intermediasi perbankan juga semakin membaik, tercermin dari pertumbuhan kredit yang hingga akhir November 2011 mencapai 26,0% (yoy), di mana kredit investasi, modal kerja, dan konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 36,0% (yoy), 22,2% (yoy), dan 26,0% (yoy).
Ke depan, Dewan Gubernur meyakini prospek ekonomi Indonesia masih cukup kuat walaupun di tengah ketidakpastian perekonomian global. Pada triwulan I-2012, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan mencapai 6,5%, ditopang investasi dan konsumsi rumah tangga yang tetap kuat. Peningkatan peringkat utang Indonesia menjadi investment grade diharapkan akan semakin memperkuat investasi ke depan. Sementara itu, ekspor diprakirakan tetap tumbuh meskipun melambat sejalan dengan melemahnya ekonomi global. Secara keseluruhan tahun 2012, pertumbuhan ekonomi domestik diprakirakan pada kisaran 6,3%-6,7% dan akan terakselerasi ke kisaran 6,4%-6,8% pada 2013 seiring membaiknya ekonomi global. Di sisi harga, Dewan Gubernur memperkirakan inflasi pada 2012 dan 2013 akan tetap dapat dikendalikan pada kisaran sasarannya, yaitu 4,5%±1%.
Dewan Gubernur akan terus mewaspadai beberapa faktor risiko terhadap keseimbangan ekonomi makro Indonesia, termasuk perkembangan ekonomi global yang masih diliputi oleh ketidakpastian yang tinggi, terutama terkait dengan berlarut-larutnya penyelesaian krisis di kawasan Eropa. Bank Indonesia akan terus berupaya untuk mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian, menjaga stabilitas pasar keuangan, dan memitigasi dampak perlambatan ekonomi global, dengan senantiasa menjangkar ekspektasi inflasi ke depan ke arah sasarannya. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan melalui respon kebijakan suku bunga, kebijakan nilai tukar, kebijakan makroprudensial dalam rangka pengelolaan capital flows, kebijakan makroprudensial dalam rangka pengelolaan likuiditas, dan koordinasi kebijakan bersama Pemerintah.
Laporan lengkap mengenai pembahasan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2012 yang memuat perkembangan makroekonomi dan kebijakan moneter dapat dilihat dalam Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) di Website Bank Indonesia.

Jakarta, 12 Januari 2012 
Biro Hubungan Masyarakat


Difi A. JohansyahKepala Biro

Sumber : Bank Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar