Kamis, 05 Mei 2011

Menangkan Persaingan dengan Competitor Monitoring

Bank membutuhkan competitor monitoring agar bisa survive. Competitor monitoring mestinya dilakukan secara terencana, terstruktur, sistematis, komprehensif, dan teratur. Rahayu Widayanti

Competitor monitoring (CM) merupakan kegiatan suatu perusahaan untuk memantau gerak langkah pesaing bagi kepentingannya sendiri. Yang dimonitor bisa aspek apa saja dari perusahaan pesaing. Misalnya, perkembangan produk, kegiatan dan strategi pemasaran maupun promosi, jaringan, dan kerja sama dengan pihak ketiga.

Competitor monitoring merupakan bagian dari competitive intelligence. Yang terakhir ini merupakan aktivitas mengumpulkan dan menganalisis segala macam informasi yang menyebabkan perubahan pada lanskap (sektor) bisnis di masa mendatang.

Jadi, tidak hanya gerak pesaing yang sudah hadir, tapi juga kemungkinan adanya pesaing baru, perubahan peraturan, perubahan produk secara mendasar—misalnya, ada substitute product dan perubahan teknologi—perubahan kondisi politik, sosial dan budaya, perubahan life style, dan sebagainya.

Intinya, berbagai macam faktor, baik dari dalam industri tersebut maupun dari luar, yang memengaruhi atau menyebabkan perubahan di sektor industri tersebut. Perubahan tersebut dapat menyebabkan peta persaingan berubah.

Semua pelaku bisnis atau perusahaan sesungguhnya membutuhkan sistem competitive intelligence. Dengan memantau para pesaing, perusahaan dapat terus mengetahui posisinya di tengah arena kompetisi. Karena itu, bisa dikatakan, perusahaan yang mempunyai sistem competitor monitoring berarti melengkapi dirinya dengan senjata ampuh untuk mempertahankan diri maupun menyerang pesaingnya di tengah medan kompetisi.

Competitor monitoring belum banyak dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Namun, yang jelas, makin hari, makin banyak pelaku bisnis yang melakukannya. Pelaku bisnis di sektor bisnis yang gesekan kompetisinya kuat atau sektor yang dinamikanya tinggi lebih merasakan kebutuhan akan competitor monitoring dibandingkan dengan sektor bisnis yang kompetisinya lebih longgar.

Bagi perbankan, semula, competitor monitoring dirasakan kurang penting. Kalaupun perlu, hanya sekali-kali saja dilakukan. Biasanya, jika ada produk atau divisi baru, revitalisasi produk lama, atau ada rencana strategis baru yang dicanangkan pengelola bank. Jadi, tidak ada kebutuhan competitor monitoring yang kontinu, sistematis, dan terstruktur.

Lagi pula, jika sebuah bank ingin mengetahui strategi bank lain, ia tidak perlu susah payah mencari tahu, mengamati, dan menganalisis keberhasilan bank pesaing. Itu cukup dilakukan dengan cara yang mudah dan sederhana, yakni membajak eksekutif bank pesaingnya itu.

Namun, belakangan ini, kalangan perbankan makin merasakan kebutuhan competitor monitoring. Bukan aktivitas competitor monitoring ad-hoc yang hanya untuk keperluan sesaat, tapi kegiatan competitor monitoring yang terencana, terstruktur, sistematis, dan kontinu. Dan, tentu saja, cepat.

Soal kecepatan ini, misalnya, sedemikian tingginya dinamika perbankan masa kini, sehingga seorang bankir menyatakan bahwa dia membutuhkan laporan competitor monitoring tiap bulan. Jika lebih dari satu bulan, laporannya tidak up-to-date lagi alias terlambat.

Salah satu faktor penting yang menyebabkan makin kuatnya kebutuhan akan competitor monitoring di kalangan perbankan adalah kondisi bisnis perbankan sendiri yang mengalami perubahan besar. Salah satu penyebabnya, makin banyaknya perbankan asing yang masuk ke pasar Indonesia.

Dibandingkan dengan pemain lokal, bank asing cenderung lebih agresif dan kreatif, baik dalam mengemas produk maupun dalam menyusun strategi marketing dan bisnis. Sementara itu, operasional mereka lebih efisien, sehingga mempunyai competitive advantage dibandingkan dengan perbankan Indonesia. Maka, dengan kehadiran mereka, persaingan bisnis perbankan di Tanah Air kini makin ketat dibandingkan dengan masa sebelumnya.

Terlebih, di consumer banking, persaingan dirasakan makin tajam karena produk-produknya memang lebih beragam dibandingkan dengan produk corporate banking. Selain itu, sesuai dengan target pasarnya, yakni individual customer, consumer banking memerlukan strategi pemasaran yang lebih kreatif serta aktivitas pemasaran yang lebih tinggi dan dinamis dibandingkan dengan corporate banking.

Faktor penting lain yang membuat kondisi perbankan berubah secara signifikan adalah teknologi. Kemajuan teknologi membawa perbankan pada kemungkinan baru yang dahulu tidak ada. Misalnya, dulu, hanya ada kantor cabang dan automatic teller machine (ATM). Kini, muncul channel lain, seperti phone banking dan internet banking.

Dulu, ATM hanya melayani informasi dasar, seperti informasi saldo dan ambil tunai. Kini, ATM juga melayani transaksi pembayaran (listrik, handphone, televisi kabel, kartu kredit, dan sebagainya) maupun pembelian (belanja barang-barang kebutuhan sehari-hari di pasar modern, reksa dana, voucher pulsa telepon seluler, dan tiket kereta api).

Kehadiran channel, di mana bank berhubungan dengan nasabahnya, yang baru ini membuat lanskap persaingan berubah. Bank yang diunggulkan bukan lagi bank yang mempunyai kantor cabang paling banyak. Semula, bank berusaha membangun jaringan cabang bank di seluruh pelosok Indonesia, tapi kemudian berubah menjadi persaingan penyebaran ATM karena ATM bisa mewakili kantor cabang—dengan keterbatasan tertentu.

Ketika teknologi makin maju, bank pun tidak lagi bersaing dalam jumlah kantor cabang dan tidak juga dalam jumlah ATM—karena dapat disiasati dengan menumpang ATM bank lain, tapi berlomba menghadirkan layanan phone atau short message services (SMS) banking dan internet banking.

Channel distribution baru ini juga mengubah siapa yang menjadi pesaing bagi suatu bank. Bank yang mempunyai kantor cabang atau ATM banyak, misalnya, kini harus menerima munculnya pesaing baru, yaitu bank yang mempunyai layanan SMS banking dan internet banking.

Teknologi juga membuat jangkauan elektronis perbankan makin merambah jauh. Dulu, non-conventional channel hanya bisa digunakan untuk transfer antar-in-house account (rekening di bank yang sama). Kini, nasabah juga bisa melakukan transfer ke rekening di bank lain.

Cakupan geografis transaksinya juga bertambah luas melewati batas negara. Nasabah perbankan di Indonesia sebentar lagi dapat menikmati ATM yang digunakan untuk bertransaksi—selain di Indonesia—di negara lain. Dan, mereka, bank-bank asing di negara asing, akan menjadi pesaing langsung bank-bank di Indonesia.

Persaingan perbankan saat ini sampai pada situasi yang makin ketat yang belum pernah terjadi sebelumnya: bank scale yang makin besar, layanan bank yang makin mobile, serta pesaing maupun nasabah asing atau nasabah lokal dengan international operational yang makin banyak dan luas. Di masa depan, para bankir harus bekerja lebih keras lagi menghadapi persaingan yang makin sengit.

Bank-bank besar di Singapura, misalnya, tengah gencar berekspansi ke luar negeri karena pasar dalam negerinya mulai dirasakan jenuh. Bagi mereka, lebih mudah masuk ke bank yang sudah ada—apalagi bank yang kuat, sehat, dan bernasabah banyak—daripada membuka kantor cabang sendiri yang berarti melakukan bisnis dari nol. Dengan mengakuisisi bank yang sudah berdiri dan mapan, mereka tidak perlu repot-repot membangun merek, jaringan, nasabah, dan sebagainya.

Teknologi yang makin maju membuka kemungkinan baru di masa datang, baik produk dan jasa, layanan, jangkauan, maupun pemasaran, yang membuat peta persaingan juga berubah. Dan, semestinya, perubahan tersebut diperhitungkan pada setiap pengambilan keputusan bisnis yang sifatnya strategis oleh para bankir.

Bukan hanya bank besar yang merasakan kebutuhan competitor monitoring untuk meningkatkan daya kompetisinya. Bank kelas menengah pun merasakan perlunya kegiatan competitor monitoring. Pasalnya, persaingan ketat ini dirasakan bank besar dan menengah. Ini, antara lain, karena bank asing tak hanya masuk ke bank swasta besar, seperti Bank Central Asia (BCA), Bank Danamon, dan PermataBank, seperti Bank CIMB Niaga, Bank Buana, dan Bank OCBC NISP.

Dengan melakukan competitor monitoring secara kontinu, bank dapat melakukan benchmarking terhadap para pesaingnya. Benchmarking bisa dilakukan pada produk, layanan, distribution channel, strategi pemasaran dan promosi, jaringan, kerja sama dengan pihak ketiga, dan lain sebagainya. Jika ingin melibas pesaingnya, bank dengan tepat tahu arah mana yang dituju dan apa yang harus dilakukan untuk mencapainya.

Selain berusaha mempertahankan keunggulan atau posisinya di percaturan perbankan Indonesia, bank juga membutuhkan competitor monitoring agar bisa survive. Dengan selalu mengikuti kiprah para pesaing, bank dapat dengan cepat melakukan perubahan agar tidak dilindas bank-bank lain yang lebih agresif menggarap pasar.

Aktivitas competitor monitoring tak cukup hanya dilakukan sambil lalu oleh masing-masing divisi bank untuk kepentingan masing-masing produknya, tapi selayaknya dilakukan unit khusus competitor monitoring secara terencana, terstruktur, sistematis, komprehensif, dan teratur.

Hasilnya juga tentu lebih berkualitas dan bernilai tinggi, sehingga berdaya guna lebih besar bagi bank tersebut untuk berkompetisi. Dengan kata lain, sistem competitor monitoring adalah senjata ampuh bagi pelaku bisnis perbankan untuk memenangkan persaingan. (*)

Penulis bekerja pada sebuah konsultan di Jakarta dan berpengalaman mengerjakan berbagai proyek perbankan.

Sumber : www.infobanknews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar