Kamis, 10 November 2011

Menyingkap Persoalan Perbankan Dalam Perpajakan

Ada lima hal utama yang menjadi perhatian Perbanas, menyikapi persoalan perpajakan yang masih dihadapi industri perbankan, yang utamanya terjadi akibat perbedaan tafsir dengan Dirjen Pajak. Paulus Yoga
Jakarta–Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) menilai masih ada permasalahan bagi industri perbankan dalam penerapan Undang-Undang (UU) Perpajakan.
“Adanya perbedaan penafsiran antara Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) dengan perbankan. Bahkan, berdasarkan inventarisasi permasalahan perpajakan industri perbankan yang kami kumpulkan, permasalahan tersebut sudah terjadi sebelum perubahan UU dilakukan,” tutur Ketua Bidang Hukum dan GCG Perbanas Herwidayatmo, di Jakarta, Kamis 10 November 2011.
Seperti diketahui, saat ini terjadi perubahan UU perpajakan, seperti UU Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP, UU Pajak Penghasilan (UU PPh) dan UU Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN).
Beberapa permasalahan industri perbankan tersebut, menurut Herwidayatmo adalah sebagai berikut:
- Secara perpajakan apakah bank dapat membebankan biaya pencadangan penghapusan kredit dalam penghitungan pajak penghasilan perusahaan.
- Apakah secara perpajakan bank dapat mengklaim biaya kerugian dari penghapusan kredit yang sudah dilakukan tindakan penagihan secara maksimal meskipun belum terakhir dan sudah memnuhi persyaratan formal perpajakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
- Apakah bank wajib mencamtumkan nomor NPWP debitur kecil di bawah Rp50 juta yang dihapuskan oleh bank.
- Apakah kegiatan penyerahan BKP oleh perbankan seperti penjualan agunan yang diambil alih oleh debitur (AYDA), penjualan aktiva tetap dan pemberian hadiah kepada nasabah oleh perbankan terutang PPN.
- Tidak terutangnya PPN atas transaski pembiayaan murabahah mulai 1 April 2010, apakah hal tersebut berlaku juga untuk transaksi sebelumnya. (*)

Sumber : Infobank

Tidak ada komentar:

Posting Komentar